Pada waktu keluar malam minggu, Voni dan Joni duduk ngobrol di sebuah taman.
Novi : "Hei Joni, ada tebakan nih, tolong jawab pertanyaannya... Kalau ada
5 ekor burung di jendela, kemudian ditembak satu, berapa yang masih tertinggal?"
Joni : "tinggal 4 ekor, gampang sekali tebakannya!"
Novi : "Salah, habis dong burungnya, kan lainnya pada terbang, tapi saya suka
dengan cara berpikirmu yang lurus"
Joni berbalik bertanya,
Joni : "Novi, kalo ada tiga orang cewek, masing-masing membawa es krim, cewek
pertama makan es krim dengan menggenggam batangnya dan mencium2nya, yang kedua dengan
menjilatinya, yang ketiga mengulumnya langsung ke dalam mulutnya, manakah diantara
cewek itu yang sudah menikah?"
Novi : "Hahhh... pasti yang mengulum langsung kan?"
Joni : "Salah... yang sudah menikah adalah yang memakai cincin di jari manisnya,
tapi saya senang dengan cara berpikirmu yang langsung Nov..."
Pada suatu malam, Bambang sedang asyik nonton bola di TV. Tiba-tiba istrinya
mengusik keasyikan yang baginya sangat mengganggu.
"Mas, lampu teras mati, tolong dong pasangin yang baru"
"Masang lampu? Enak aja, kamu kira aku ini PLN apa?"
"Ya, udah kalau nggak mau"
Sambil pergi istrinya ke kamar mandi mau pipis. Dari kamar mandi dia berteriak,
"Mas! Baknya kosong! Krannya rusak nih! Betulin dulu dong!"
"Enak aja kamu nyuruh, kamu kira aku ini petugas PDAM apa?"
Rupanya istri Sumar cukup sabar. Ketika ia mau masak, ternyata minyak tanahnya
juga habis.
"Mas!, minyak tanahnya habis, beliin dong, itung-itung sambil beli rokok!"
"Apa beli minyak?, kamu kira aku ini PERTAMINA, ya!"
Sambil berkata begitu Bambang pergi, menonton bola dirumah temannya.
Pulang-pulang jam 4 pagi, dia kaget. Lampu teras sudah nyala, dirigen minyak
tanah sudah penuh. Lebih kaget lagi, kran dikamar mandi sudah betul. Dalam hati
bertanya-tanya. Siapa gerangan yang mau menolong istrinya pada malam-malam
begini?
Karena penasaran, paginya dia langsung bertanya pada istrinya
"Siapa yang menolong kamu tadi malam?"
" Begini lho mas, waktu kamu pergi tadi malam, aku langsung keluar dan menangis
keras-keras di halaman rumah. Eeee..tiba-tiba datang seorang lelaki ganteng dan
gagah menghampiriku.
Dia bertanya," Kenapa menangis?"
" Lampu terasku mati, minyak tanahku habis, kranku rusak, lalu dia menawarkan
pertolongan bersyarat, dia menawarkan dua pilihan, yang pertama aku disuruh
membuatkan roti untuknya sebagai imbalan, yang kedua aku harus mau tidur
dengannya"
"Tidur aja kan?"
"Ya tidur dengan segala isinya..."
"Lalu, lalu.. kamu pilih yang mana.. pilih bikin roti kaan? iya kan?" Jantung
Bambang mulai berguncang.
"Bikin roti? apa enaknya..? kamu kira aku ini Holland Bakery..?!"
Ini cerita di sebuah barak tentara. Seorang Jenderal sedang
mengajarkan salah satu prajuritnya bagaimana cara meledakkan
sebuah granat. Jenderal :"Pertama-tama, genggamlah granat
dengan erat, lalu tarik cincin pemicu granat, kemudian lemparkan,
mengerti?"
Prajurit :"Siaaap mengerti!!!" Jenderal :"Sekarang, coba lakukan
sendiri!" Lalu prajurit tadi melaksanakan apa yang dikatakan oleh
sang jenderal. Ia menggenggam granat dengan erat, lalu menarik
cincin pemicu granat, kemudian berteriak, "Jenderaaal tangkaap!!!!"
Suatu malam, dokter pribadi di telpon oleh pak Harto..., "Dokter,
ada yang aneh dengan toilet saya... setiap malam waktu saya
mau kencing, lampunya langsung hidup sendiri begitu saya
buka pintunya..."
sang dokter menjawab.."Pak, bapak isitrahat saja, nanti saya
perbaikin..." kata si dokter, mencoba menenangkan Pak Harto..
Karena merasa ada yang aneh, kemudian si dokter menelpon
Cendana, dan yang ngangkat Mamiek, putri bungsunya... "
Begini dek mamiek, tadi bapak memberitahu bahwa lampu
toiletnya langsung menyala saat pintu depan dibuka,..apa ini
sistem keamanan yang baru..?"
Mendengar ini, Mamiek langsung berteriak..."Mas Sigit........,
Mas Bambang........, Mbak Tutut......,
Mbak Titiek,....BAPAK KENCING DI KULKAS LAGI........."
Pada suatu pagi buta, seorang gadis mendengar ketukan di jendela
kamarnya. Terlihat pacarnya di jendela, berdiri di atas tangga.
Mereka hendak kawin lari sesuai dengan rencana semula.
"Sudah," jawab si gadis, "Tapi kamu jangan bicara terlalu keras,
nanti ayah terbangun."
"Ayah terbangun? Kau pikir, siapa yang memegangi tangga ini?"
Seorang kakek bercerita tentang pengalamannya sewaktu berperang
pada jaman tempo doeloe. Percakapan mereka sebagai berikut :
kakek :"Dulu opa pergi berperang, ketika opa dan teman-teman opa
akan pergi menyerang musuh pakai pesawat, ternyata di tengah
perjalanan pesawat kami tertembak oleh musuh sehingga pesawat
kami hancur dan semua yang ada dipesawat itu meninggal termasuk
sang pilot" cerita kakek dengan bangga.
cucu :Dengan nada heran
"Tapi kenapa opa sampai sekarang masih hidup ?"
kakek :Menjawab dengan penuh kebanggaan
" Karna opa ketinggalan pesawat !!!"
Pada saat jam istirahat di Rumah Sakit Jiwa, tampak situasi
sangat santai. Para pasien di perbolehkan untuk jalan-jalan
di sekitar rumah sakit tentu dengan pengawasan para petugas.
Saat itu datang pak Pos untuk mengedrop surat-surat di rumah
sakit tersebut. Karena hanya mampir sebentar, kendaraan
ditinggalkan dalam keadaan masih menyala, karena yakin lokasi
tersebut aman. Tiba-tiba, salah satu pasien yang ada di dekat
motor itu mendekati motor itu, lalu menaikinya dan tancap gas
sekencang mungkin. Kontan semua petugas panik dan mengejar
pasien tersebut. Tapi herannya ternyata pasien tersebut hanya
berputar-putar di halaman RSJ saja. Tidak berapa lama pasien
tersebut dapat diamankan dan dimasukkan kembali ke kamarnya.
Teman pasien yang melihat kejadian itu lantas bertanya,
"Kenapa kamu hanya berputar-putar saja di halaman selagi
ada kesempatan melarikan diri tadi?".
Pasien tersebut diam sejenak, lalu menjawab,
"Habis lampu retting kanannya nyala terus sih!!"
Suatu hari, seorang supir mengendarai kendaraannya dan
ditengah perjalanan ia berpapasan dengan seorang ahli
agama sedang berjalan. ia berpikir ini kesempatan baik untuk
berbuat kebaikan dan ia kemudian menepi.
ia bertanya pada sang ahli agama,"kemana anda akan pergi bapa?"
"Saya akan pergi ke gereja 5 mil dari sini" jawab sang ahli agama.
"Tak masalah, bapa. saya akan mengantar anda. naiklah ke truk"
kata sang supir.
Dalam perjalanan sang supir melihat seorang pengacara
sedang berjalan di pinggir, reflek ia hendak menabrak sang
pengacara. Namun mengingat siapa yang sedang bersamanya
di truk, ia membanting stir di menit-menit terakhir.
walaupun ia tidak menabrak sang pengacara ia merasakan
teguran di bahunya. berpaling pada sang ahli agama si supir
berkata," maaf bapa saya hampir menabrak pengacara tadi"
"oh tidak apa-apa" sambung sang ahli agama."saya mengenainya
dengan pintu,"
pulang sekolah, ketika sedang makan siang, anita
bertanya pada Ibu nya:
Anita : " Bu, benarkah bayi yang dilahirkan itu akan
keluar dari tempat lelaki memasukkan 'itu'nya ?".
Wajah Ibunya agak memerah tetapi didalam hati Dia
bersyukur akhirnya anaknya telah beranjak dewasa dan
Ia merasa inilah saat yang tepat untuk dapat
memberikan pendidikan sex yang pertama kepada anaknya.
Ibu : " Iya dan itu memang sudah kodrat kita sebagai wanita
untuk melahirkan bayi"
sambil pergi membawa piring kosongnya ....
Anita : " ah Saya tidak mau melahirkan ah, daripada gigi saya
ompong dan tongos semua karena melahirkan,
bayi kan besar !! "
Seorang pria baru saja keluar dari penjara, selama
tujuh tahun dia mendekam di penjara dan selama itu
pula dia tidak pernah melakukan hubungan biologis.
Karena itu dia tidak kuat untuk menahanya, akhirnya
dia bertemu seekor kambing dan dia melakukanya dengan
kambing tersebut.Beberapa lama kemudian kambing
tersebut bunting,sang pria tersebut ketakutan karena
kawatir jika anak kambing tersebut setengah manusia
setengah kambing.Pada waktu kambing tersebut
melahirkan pria tersebut menunggui sampai lama,pada
waktu kakinya anak kambing mau keluar dia berharap
semoga kakinya kaki kambing bukan kaki manusia,yang
keluar ternyata kaki kambing "selamat" dia bilang.
Pada waktu badanya mau keluar dia berharap lagi semoga
badanya badan kambing, yang keluar ternyata badan
kambing "selamat". Dan yang terakhir dia berharap
semoga kepala yang keluar kepala kambing bukan kepala
manusia,ternyata yang keluar kapala kambing,sambil
tersenyum dia bilang " selamat ". Setelah beberapa
saat dia akan pergi, anak kambing tersebut mengeluarkan
suara " babeeee"
Seorang pria mendapat pekerjaan sebagai penjaga malam di
sebuah pabrik. Di pabrik itu sering terjadi pencurian yang dilakukan
oleh para pekerja yang mendapat giliran masuk malam. Jadi setiap
pagi saat para pekerja malam mulai meninggalkan pabrik, mereka
harus melewati pos penjagaan. Di pos itu, penjaga memeriksa tas
dan saku para pekerja malam itu, untuk memastikan tidak ada
sesuatu yang dicuri. Segala sesuatu berjalan lancar pada malam
pertama si penjaga malam itu bekerja. Lalu muncul seorang pria
yang mendorong satu kereta sorong yang penuh dengan koran.
Aha, pikir pejaga itu, "Dipikir dia bisa menyembunyikan barang
yang dicurinya di bawah tumpukan koran itu."
Si penjaga memindahkan semua koran, tapi ia tidak menemukan
sesuatupun barang dibalik tumpukan koran itu. Namun, si penjaga
merasa bahwa pria ini bertingkah agak aneh, maka dia menanyakan
untuk apa koran-koran sebanyak itu dibawanya.
"Saya mendapat sedikit tambahan uang dari koran-koran yang didaur
ulang. Maka saya selalu pergi ke ruang makan dan mengambil
semua koran yang tidak terpakai dan terbuang."
Akhirnya, si penjaga mengijinkan pria itu pergi, tapi dia memutuskan
untuk terus mengawasi pria itu. Malam-malam berikutnya terjadi hal
yang sama. Minggu demi minggu pun berlalu. Pria yang sama selalu
mendorong sekeranjang penuh koran melewati pos penjagaan.
Si penjaga selalu memeriksa kereta sorong itu dan dia tidak
menemukan barang apapun. Suatu malam, sesudah setahun
berlalu, si penjaga menerima pesan agar dia segera menghadap
supervisornya. Dia bergegas menuju kantor supervisornya, dan
sebelum dia sempat mengucapkan sepatah katapun, boss-nya
berkata, "Kamu dipecat!"
"Dipecat?" tanya si penjaga itu dgn keheranan. "Tapi apa alasannya?
Apa yang telah saya lakukan?"
"Sudah menjadi tugasmu untuk memastikan bahwa tidak seorangpun
dapat mencuri sesuatupun dari pabrik ini, namun kamu gagal. Jadi,
kamu dipecat!"
"Tunggu dulu, apa maksudnya gagal. Tak seorang pun mencuri
sesuatu dari tempat ini selama saya menjaganya."
"Oh, ya," jawab si boss. "Lalu bagaimana penjelasanmu tentang
hilangnya 365 kereta sorong?"
Lencho, seorang petani sederhana yang frustasi karena tanaman
jagung dan kacangnya habis digasak badai salju. Saking frustasinya,
akhirnya ia mengirim surat kepada Tuhan karena ia menganggap
hanya Tuhanlah yang bisa menolongnya dari ancaman kelaparan
tahun ini.
"Tuhan", tulisnya. "Kalau engkau tak menolongku, maka aku dan
keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus
peso agar bisa menanami ladangku kembali dan menyambung
hidup sampai datangnya musim panen, karena badai itu...".
Ia lalu menuliskan "Buat Tuhan", di amplop, memasukkan lembar
surat ke dalamnya, dan membawanya ke kantor pos keesokan
harinya dengan tampang seperti seekor jago kalah perang.
Tukang pos yang membaca surat itu terbahak-bahak. Selama
kariernya sebagai pegawai pos, belum pernah tahu ia dimana
alamat Tuhan. Atasannya pun ikut tertawa, tapi segera serius
kembali begitu menyadari penulisnya tentu seseorang yang tebal
imannya kepada Tuhan. Kepala pos yang baik hati itu bermaksud
membalas surat aneh tersebut. Ia pun kemudian merelakan
sebagian gajinya. Sisanya dimintakan kepada anak buahnya
secara sukarela. Lantaran sulit mengumpulkan seratus peso,
maka apa boleh buat, tujuh puluh peso pun jadi. Lumayan buat
menghibur yang lagi duka nestapa.
Minggu berikutnya Lencho datang lagi ke kantor pos, menanyakan
apakah kiriman Tuhan telah sampai. Dengan puas si tukang pos
memberikannya. Lencho, yang begitu yakin akan kemurahan Tuhan,
tak tampak heran. Ketika membuka amplop wajahnya malah
kelihatan kerut-marut. Ia lalu menulis lagi surat pendek, dan
seperti sebelumnya, dimasukkannya surat itu ke dalam amplop.
Setelah ditulis alamat Tuhan, ditempel perangko dan dimasukkan
ke dalam kotak surat, ia pun mencolot pulang. Kepala pos, yang
merasa bangga telah beramal, bergegas membukanya. Dalam
hati ia membaca, "Tuhan, dari jumlah yang kuminta, hanya tujuh
puluh peso yang sampai di tanganku. Kirimkanlah sisanya, sebab
aku sangat memerlukannya. Tapi jangan Kau kirim melalui pos,
karena semua pegawai pos itu bajingan".
Seorang pengusaha yang menghabiskan akhir pekannya dengan
memancing pakai perahu di sebuah danau, menemukan sebuah
botol yang terapung dan tertutup rapi yang segera dihampiri
dan diambil oleh sang pengusaha.
Penasaran ..., si pengusaha membuka tutup botol, lalu tiba-tiba
dari dalam botol keluar asap yang selanjutnya menebal dan
mejadi Jin raksasa yang mengambang di depan si pengusaha.
"Terimakasih tuan, tuan telah membebaskan saya, untuk ini tuan
silahkan meminta tiga permintaan, saya akan mengabulkannya"
kata Jin, seperti format biasa tanda terimakasih Jin yang
dibebaskan oleh manusia.
Setelah kagetnya reda, si pengusaha itu terdiam sejenak lalu dia
berkata, "Baiklah Jin saya ingin tahun ini tiga kejadian besar
terjadi di negeri saya Indonesia ini, pertama saya ingin nilai tukar
rupiah di negeri saya ini kembali menjadi Rp. 2500 per 1 dollar
US nya, kedua saya mau semua uang hasil korupsi baik oleh
swasta ataupun pejabat pemerintah dikembalikan kepada rakyat
dan semua pelakunya dipenjarakan, ketiga saya ingin hukum benar
-benar bisa ditegakkan di negeri saya ini."
Sang Jin berpikir sejenak kemudian, menggeleng-gelengkan kepala,
pelan-pelan jasadnya kembali menjadi asap lalu berkumpul masuk
kedalam botol itu kembali. Dari dalam botol si Jin berseru,
" Tuan, tolong botolnya ditutup kembali !!."
Guru : Myron, sebutkan satu hal penting yang kita miliki
sekarang tetapi yang belum kita miliki 10 tahun yang lalu!
Myron : Saya!
Guru : Frankie, mengapa kamu selalu kotor sih!
Frankie: Oh, itu kan karena saya masih kecil, jadi lebih
dekat dengan tanah daripada bu guru.
Ellen : Dapatkah Ayah menulis di tempat yang gelap?
Ayah : Tentu saja, sayang. Kamu ingin Ayah menulis apa?
Ellen : Tandatangan Ayah dalam raportku.
Ibu : Ya ampun?! mengapa kamu menelan uang yang ibu
berikan padamu?
Benny : Tapi, Ibu sendiri khan yang bilang, itu uang makan
siangku?!
Guru : Jadi, jika bu guru punya tujuh buah jeruk di tangan
kiri dan delapan buah jeruk di tangan kanan, berapa yang
Ibu miliki?
George Jr: Dua tangan yang sangat *besar*!
Guru : George, lihat di peta dan cari Amerika Utara.
George : Ini dia! Tepat di sini!
Guru : Tepat sekali. Nah, anak-anak, siapakah penemu
Amerika Utara?
Anak-anak: George!
Bulan Atau Matahari
Pada suatu hari tersebutlah dua orang mabuk yang sedang ngobrol
bersama temannya yang juga sedang mabuk.
Mabuk1 : Mabuk2 mau tanya nih sekarang siang apa malam yah
Mabuk2 : liat aja diatas bulan apa matahari
Mabuk1 : saya pikir sih itu bulan ...
Mabuk2 : bukan itu bukan bulan tapi matahari
Mabuk1 : ah bulan
Mabuk2 : ah Matahari
Mabuk1 : Gini aja deh khan kita lagi mabuk jadi kita tanya saja nanti
sama orang yang lewat gimana ...
Mabuk2 : ok setuju ...
Tak lama kemudian datanglah seorang pejalan kaki yang melintas
didepan kedua orang mabuk tsb.
Mabuk1 : Mas, numpang nanya nih menurut mas diatas itu bulan apa
matahari yah
Jawab pejalan kaki : eh ... eh ... saya kurang tau yah, saya orang baru
disini...
Warisan
Baru-baru ini telah terjadi turun tahtanya kepala negara setelah
digulingkan oleh rakyatnya karena ulahnya sendiri lalim dan sarat
KKN, dari anak sampai cucu semua kebingungan, karena harta
benda selama menjabat semuanya disita.
Si cucu yang terkenal cukup pandai, minta kepada kakeknya sebuah
foto yang besar. Setelah sekian lama, masa-masa sulit menimpa
saudara-saudaranya (paman dan bibinya) karena tidak adanya
kekayaan yang ditinggalkan bapaknya, sedangkan cucunya tetap
mapan kehidupan ekonominya.
Saudara-saudaranya keheranan pada keponakannya ini dan bertanya:
"kenapa kamu tetap bisa mapan?"
jawabnya "aku taruh itu Foto kakek di pusat keramaian dan aku tarik
ongkos untuk melempar bola, tiga bola seribu rupiah.".
Suntik
Seorang pasien yang dirawat giginya datang ke dokter gigi. Ketika di
periksa, dokter tersebut bilang "wah ini mesti di cabut dan supaya
enggak sakit di suntik dulu ya Pak".
Lalu diambil suntikan dan obat biusnya di lemari.
Ketika balik, bapak itu udah siap-siap untuk di suntik. Dia buka
celana-nya dan menyodorkan pantatnya..........
Umur panjang
Orang Rusia terkenal dengan umur panjang. Seorang tourist bertanya
dengan orang Rusia yg pertama dia jumpa, "Berapa umur anda ?"
"Empat puluh", jawabnya.
"Wah, tampaknya anda seperti masih berumur dua puluh lima. Apa
rahasianya ?". "Pagi makan sayur, siang sayur dan malam juga sayur".
Kemudian tourist tadi bertanya sama orang kedua yg dijumpai, "Berapa
umur anda ?" "Tujuh puluh", jawabnya.
"Anda tampak seperti masih empat puluh, apa rahasianya ?".
"Pagi makan buah, siang buah dan malam juga buah".
Terakhir ia berjumpa dengan orang yg tampaknya berumur delapan puluh
tahun. Ia berpikir orang ini pasti umurnya lebih dari seratus tahun.
Jadi ia langsung bertanya mengenai rahasianya.
"Apa rahasianya anda bisa tampak seperti ini ?"
"Pagi wanita, siang wanita dan malam wanita", jawabnya.
"Jadi berapa umur anda sekarang ?".
"Empat puluh dua tahun".
Anjing Terkuat
Dari alfa@manado.wasantara.net.id :
Zaman dulu di Inggris, ketika zaman para landlord
memiliki anjing-anjing pemburu yang tangguh,
tersebut seorang yang memiliki anjing dengan
tinggi cuma 30cm. Saat ia berjalan-jalan, ia bertemu
Sir Graham yang memiliki anjing buldog gede dan
serem. "Hai, orang asing," kata Sir Graham,
" anjingmu kecil sekali!" Orang itu menjawab, "Oya,
baiklah, kalo anjingmu bisa mengalahkan anjing ku
ini dalam 15 detik, kau kuberi 1000 keping emas."
Dan mereka mengadu anjingnya. Setelah 10 detik,
darah berceceran dimana-mana. Si buldog hancur.
Dan orang itu menerima 1000 keping emas dari
pemilik buldog.
Setelah berjalan sebentar, ia bertemu Sir John yang
memiliki anjing blasteran herder dan serigala. Kali ini
pun ia menantang anjing serigala itu dengan waktu
20 detik dan taruhan 5000 keping emas.
Anjing hereder itu hancur dalam 15 detik. Ketika ia akan
pergi, Sir John menyarankannya untuk menemui raja
yang memiliki anjing terkuat di seantero kerajaan.
Lalu orang asing itu pun menemui Raja dan menantang
anjingnya dengan taruhan 10000 keping emas.
Lagi-lagi anjing lawan dihancurkan.
Terherean-heran, raja bertanya," Hebat sekali, anjing
apa ini dan bagaimana kau melatihnya?"
Orang asing itu menjawab, "Oh, latihannya biasa-biasa
saja, dan rasnya pun saya sendiri kurang jelas. Tapi
kalo gak salah, sebelum ekornya dipotong dan diberi
kuping-kupingan, namanya buaya."
Elo Itu Maunya Apa?
Dari hi_there@thedorm.com :
Alkisah ada seorang kaya raya sedang
mengadakan pesta di rumahnya di kawasan Menteng.
Kayanya orang ini nggak kira-kira, duitnya bejibun,
belon rumahnya di Menteng ama di Pondok Indah, punya
banyak simpanan cewek, abis itu dia juga punya helikopter
ama pesawat terbang. Pokoknya semuanya deh. Orangnya
rada nyentrik. Kolam renangnya diisi banyak buaya.
Lagi pada pesta di pinggir kolam, si doi berdiri di atas
menara life guard supaya temen-temennya bisa ngeliat.
Terus dia suruh semuanya tenang dan berkata "Baiklah,
orang pertama yang berani renang di kolam ini dari ujung
ke ujung bakalan gue kasih semua duit gue."
Semua pada diem. Si kaya ngeliat ke temen-tememnya
dengan gemes lalu berkata "OK, orang pertama yang
berani renang di kolam ini dari ujung ke ujung, gue kasih
semua duit gue plus rumah gue." Tetap nggak ada juga
yang bereaksi. "OK, kalau gitu semua duit gue, rumah,
mobil-mobil, pesawat terbang, semua milik gue, saham,
surat berharga dan semua cewek gue, pokoke semua
yang gue miliki." SPLASH!!! Ada yang terjun!
Buaya-buaya pada ngerubutin tapi dia berkelit aje kayak
Tarzan. Berkelit ke sono-sini, berkelahi juge dengan buaya
itu. Akhirnya nyampe juga di seberang. Si kaya turun dari
life guard tower lalu berlari ke orang itu.
Kaya: "Gile lu! Hebat bener, gua nggak nyangka kalo ada
yang berani ...melakukannya. Elu mau duitnya sekarang?"
Nekad: "Nggak! gue nggak mau duit!"
Kaya: "Elu mau rumahnya sekarang?"
Nekad: "Nggak! gue nggak mau rumahnya"
Kaya: "Elu mau mobil ama pesawatnya sekarang atau ntar?"
Nekad: "Nggak! gue juga nggak mau pesawat"
Kaya: "Elu minta saham atau surat berharga?"
Nekad: "Nggak! gue nggak mau"
Kaya: "Elu minta cewek gue?"
Nekad: "Nggak gue juge nggak mau itu"
Kaya: "Habis, elu itu maunya apa?????"
Nekad: "Gue mau tahu siapa bajingan yang dorong gue tadi!"
Yang Putih Atau yang Hitam?
Dari herutomo@telkom.co.id :
Seorang gembala sedang menggembalakan
dombanya. Seorang yang lewat berkata, "Engkau
mempunyai kawanan domba yang bagus. Bolehkan
saya mengajukan beberapa pertanyaan tentang
domba-domba itu?" "Tentu," kata gembala itu.
Orang itu berkata, "Berapa jauh domba-dombamu
berjalan setiap hari?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih."
"Ah, yang putih berjalan sekitar enam kilometer setiap hari."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."
"Dan berapa banyak rumput mereka makan setiap hari?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih."
"Ah, yang putih makan sekitar empat pon rumput setiap hari."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."
"Dan berapa banyak bulu yang mereka hasilkan setiap tahun?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih."
"Ah menurut perkiraan saya, yang putih menghasilkan
sekitar enam pon bulu setiap tahun kalau mereka dicukur."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."
Orang yang bertanya menjadi penasaran.
"Bolehkah saya bertanya, mengapa engkau mempunyai
kebiasaan yang aneh, membedakan dombamu menjadi
domba putih dan hitam setiap kali engkau menjawab
pertanyaanku?" Gembala itu menjawab, "Tentu saja.
Yang putih adalah milik saya."
"Ooo, dan yang hitam?"
"Yang hitam juga," kata gembala itu.
Komputer pintar
Seseorang insinyur baru saja berhasil menciptakan
sebuah komputer baru. Insinyur itu bermaksud
menjual hak patennya kepada sebuah perusahaan
komputer. Direktur perusahaan itu masih muda.
Untuk memperlihatkan kemampuan komputernya itu,
ia meminta direktur itu mengajukan sebuah pertanyaan.
"Baik," kata direktur muda itu. Ia duduk lalu mengetik,
'DIMANA AYAHKU?'
Tak lama kemudian keluarlah jawaban,
'AYAHMU SEDANG MEMANCING DI TORONTO'.
"Komputer payah," kata direktur itu, "ayahku telah
meninggal 20 tahun lalu!" Tapi insinyur itu tetap yakin
dengan kemampuan komputernya. "Cobalah anda
tanya dengan cara lain," usulnya.
Direktur itu mengetik sekali lagi, 'DIMANA SUAMI IBUKU?'
Komputer itu menjawab, 'SUAMI IBUMU TELAH
MENINGGAL 20 TAHUN LALU. AYAHMU BARU SAJA
MENDAPATKAN IKAN TONGKOL SEBERAT SATU KILO."
Kesempatan langka
Dari rane@deskmail.com :
Dalam sebuah kereta kelas ekonomi duduk
berhadapan empat orang yang saling tidak
mengenal. Ada seorang nenek-nenek yang
sibuk mengunyah sirih. Di sebelahnya duduk
seorang wanita muda, cantik dan sangat
menggiurkan. Di depan mereka duduk seorang
perwira ABRI dengan pakaian lengkap plus kumis
melintang, sementara di sebelah si tentara duduk
seorang pria muda yang berpenampilan sederhana
dan terkesan pendiam.
Kereta memasuki sebuah terowongan, dan
suasana di dalam kereta menjadi gelap. Tiba-tiba
terdengar suara ciuman yang kemudian disusul
dengan suara pipi di tampar.
Si nenek-nenek berkata dalam hati: "Kasian nih
anak perawan di sebelahku. Jadi obyek pelecehan
lelaki !" Si gadis berkata dalam hati :"Kasian yang
mencium nenek di sebelahku. Pasti diantara kedua
lelaki di hadapanku ini salah cium. Biar rasa!"
Si tentara sambil mengusap pipinya berkata dalam
hati: "Sial...! yang nyium siapa, yang kena tampar siapa..
huh dasar sial.. tau gitu mendingan aku cium duluan
si cewek seksi ini" Si pemuda sederhana berkata
dalam hati: "Hehehe kapan lagi bisa nampar tentara.
Nggak tau dia kalau aku mencium tangan sendiri..."
Tukang bersih2 di Microsoft
Seorang laki2 penganggur melamar sebagi tukang pembersih di Microsoft. Personalia memberi test dengan membersihkan lantai dan interview. Lalu mengatakan, "Anda diterima, berikan email anda, kami akan mengirim dokumen yang diperlukan." Laki2 itu bilang bahwa dia tidak memiliki komputer dan juga email. Personalia lalu mengatakan bahwa tanpa email, laki2 tersebut tidak exist secara virtual dan tidak bisa dipekerjakan.
Laki2 itu meninggalkan gedung dengan kecewa dan hanya memiliki $10 di kantong. Dia lalu pergi ke Supermarket terdekat dan membeli 10 kg tomat. Lalu dijualnya tomat tersebut 'door to door' dan habis dalam 4 jam. Dengan demikian dia melipat gandakan kapitalnya. Lalu diulangnya aksi tersebut sebanyak 3 kali dan akhirnya memiliki uang sebanyak $160.
Dengan itu dia sadar, bahwa dia bisa bertahan hidup dengan cara itu. Lalu dikerjakannya dengan sungguh2. Setiap hari dia dapat melipatgandakan kapitalnya. Setelah beberapa waktu dia membeli mobil dan mendistribusikan dagangannya dengan mobil tersebut. Dalam 5 tahun dia bisa menguasai Supermarket Chain terbesar di USA.
Dia mulai memikirkan masa depan dan ingin membuat asuransi untuk keluarganya. Dipanggilnya sales asuransi dan membicarakan rencananya. Seusai pembicaraan sales tersebut menanayakan email laki2 tersebut. Dia menjawab lagi, bahwa dia tidak memiliki komputer dan email address. Sales tersebut berkata: "Aneh, anda membangun perusahaan besar, tapi tidak memiliki email. Bayangkan apa yang anda bisa perbuat jika anda memiliki komputer dan email."
Laki2 itu menjawab: "Jadi tukang bersih2 di Microsoft" .
00001
Salesman apes
Seorang salesman alat penghisap debu menuju ke
sebuah rumah. Diketuknya pintu depan. Sebelum
sempat nyonya rumah itu berkata sepatah katapun,
ia menghamburkan segala macam kotoran ke karpet
ruang tamu.
"Nyonya," katanya, "saya yakin akan kemampuan mesin
ini. Karpet ini akan bersih kembali dalam sekejap. Jika
nanti masih ada kotoran yang tertinggal, saya bersedia
memakannya." "Kalau begitu," kata nyonya itu,"mulailah
makan. kami belum punya listrik."
00002
Malaikat maut
Seorang tua penduduk di pinggiran Los Palos, Timor
Timur, bernama Manuel sedang sakit berat. Ia tengah
berbaring di ranjang kayunya. Tiba-tiba terdengar
ketukan keras pada pintu luar.
"Siapa itu yang di luar?," teriak Manuel dengan ketakutan.
"Saya Malaikat Maut!"
"Oh, syukurlah. Saya kira yang datang anggota ABRI."
00003
Golf di surga
Ketika Patrick bermain golf bersama pastor O,Brien,
ia melontarkan sebuah pertanyaan teologis yang
sangat penting:
"Pastor, apakah ada lapangan golf di surga?"
"Wah, sampai sekarang saya tidak tahu. Nanti kalau
ada kesempatan saya akan menanyakan soal itu
kepada Tuhan dan jawabnya pasti akan saya beritahu
kamu." Minggu berikutnya mereka berdua bermain
golf kembali dan Patrick masih mengajukan pertanyaan
yang sama. "Pastor apakah anda sudah menemukan
lapangan golf di surga?" "Sudah, sudah. Lapangan golf
di sana bagus sekali. Saya dengar kamu diundang
untuk bermain di sana minggu depan."
00004
Obat aneh
Pasien :
Dok, tolonglah sembuhkan penyakit saya. Saya
sering berjalan di waktu tidur.
Dokter :
Ini kotak yang bisa menyelesaikan persoalanmu.
Setiap malam, ketika Anda sudah bersiap untuk
tidur keluarkan isi kotak itu dan taburkan di lantai
sekeliling tempat tidurmu.
Pasien :
Kotak apa ini, Dok? apakah sejenis serbuk penenang?
Dokter :
Bukan. Ini kotak paku payung.
00005
Pemancing gelap
Seorang lelaki sedang asyik memancing di sebuah
kolam. Seseorang mendekatinya."Banyak dapat, kawan?"
tanya orang itu. "Wah," jawabnya, "luarbiasa! Kemarin
aku mendapat 30 ekor ikan yg besar-besar."
"Hm, anda tau siapa aku?"
"Tidak," jawabnya.
"Aku pemilik kolam ini."
"Dan anda tau siapa aku?" tanya lelaki itu cepat-cepat.
"Tidak."
"Aku pembohong besar di kota ini."
00006
Lem atau sabun
"Sop apa yang kalian buat ini?" teriak seorang tamu.
"Bagaimana rasanya?" tanya pelayan.
"Seperti lem!"
"Kalau begitu sop ayam" jawab pelayan,"sop kambing
kami seperti sabun."
00007
Dikebiri
Seorang lelaki mendatangi seorang dokter.
"Dokter, aku ingin dikebiri," katanya.
"Apa?" teriak dokter itu.
"Aku ingin dikebiri!" ulangnya "usahaku memang
sukses, tapi nafsu seksku telah hilang. Karena
itu aku ingin dikebiri". Dokter itu masih ragu-ragu,
tapi orang itu menyodorkan 2000 dollar. Keesokan
harinya, operasi dilakukan. Beberapa minggu
kemudian, ketika pengusaha itu berkunjung ke Israel,
didengarnya dua pengusaha sedang bercakap-cakap.
"Apa kau percaya," kata yang seorang "orang yang
disunat daya seksnya bertambah?"
"Sialan!" maki orang itu pada dirinya,"Disunat!
perkataan itu yang ingin kuucapkan selama ini."
00008
Salah masuk
"Dokter, apa yang salah ditubuh saya?"
"Nyonya, anda terlalu gemuk, pupur anda terlalu
tebal, lipstick anda terlalu merah, rambut anda
perlu dicat, anda terlalu banyak merokok, dan satu
lagi... anda masuk keruangan yang salah. Dokter
ada di ruangan sebelah. Saya hanya pengantar koran."
00009
Pendengaran
Pat: "Mick, lihat ini. Saya baru membeli alat bantu
pendengaran buatan Jepang yang baru."
Mick: "Mengapa barang jelek begitu kamu beli?
Bagaimana hasilnya? Apa pendengaranmu sudah
jauh lebih baik?"
Pat: "Jam tujuh lewat sepuluh menit, Mick!"
00010
Semakin digosok makin besar
Pada suatu hari seorang guru wanita seperti biasa
masuk ke kelas untuk mengajar. Hari ini dia sungguh
kaget karena di papan tulis ada tulisan " ANU
"(kemaluan pria - red) yang ditulis kecil dan tipis-tipis.
Dia segera menghapus tulisan tersebut, lalu memandang
satu-persatu anak muridnya yang duduk dengan rapi.
Siapa tahu dengan begitu dia bisa menangkap anak
iseng yang menulis kata kotor di papan tulis kelas. Tidak
ada yang tampak bersalah. Ibu guru itu menyerah dan
memulai pelajaran seperti biasa.
Keesokan harinya muncul tulisan yang sama di papan
tulis, kali ini lebih besar dan lebih tebal. Bu guru segera
menghapusnya lalu mencoba mencari tahu siapa anak
murid yang iseng . . . Tapi seperti biasa tidak ada yang
mengaku. Begitu seterusnya . . . hari demi hari bu guru
menemukan tulisan yang sama .. . kali ini ukuran tulisannya
memenuhi satu papan tulis . . . Sampai saat itu ia belum
juga ada anak yang mengaku . . .
Keesokan harinya . . . tulisan " ANU " tidak ada lagi, tapi
diganti catatan kecil di pinggir papan tulis.
Tertulis di situ : " Semakin ibu sering gosok, maka ukurannya
jadi semakin besar . . . "
Minggu, 03 Juni 2012
Terjemah Husnus Siyaghoh Balaghoh
terjemah kitab durusul balaghoh
husnus siyaghoh
PENDAHULUAN
Fashohah dan balaghoh
A.
FASHOHAH
Fashohah menurut
bahasa adalah : kalimat yang menunjukkan arti jelas.
Dikatakan : "Seorang anak
telah fasih dalam perkataannya" jika memang ucapannya sudah jelas.
Fashohah
dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.
a.
Fashohatul Kalimah .
adalah
: Terhidarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf, Mukholafatul Qiyas,
dan Ghorobah.
-
Tanafur huruf adalah: Suatu
sifat pada kalimah yang menyebabkan beratnya kalimah pada lidah dan sulit
mengucapkannya.
Contoh :
الظَشُّ : tempat yang kasar.
الهِعْخِعْ : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
النُّقَاحِ : air tawar yang jernih
المُسْتَسْزِرِ : benang yang tepintal
Penjelasan
:
Tanafur
terbagi mejadi 2 yaitu :
1.
Tanafur yang sangat berat terbatas. Contoh :
الظَشُّ :
tempat yang kasar.
الهِعْخِعْ :
tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz الهِعْخِعْ
ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf berasal
dari satu makhroj yaitu huruf halaq.
2.
Tanafur yang berat tak terbatas. Contoh :
النُّقَاحِ :
air tawar yang jernih
Pada Ucapan Penyair :
وأَحْمَقَ ممن
يلْعَق الماءَ قال لي دع الخمر واشْرَبْ من نُقاخ مُبَرَّدِ
Dan
itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu mengatakan padaku :
“tinggalkan arak, dan minumlah dari air tawar yang jernih yang dingin.
Contoh lain :
المُسْتَشْزِرِ : benang yang tepintal
Lafadz
ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah)
menengahi antara huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf
za' (bersifat Jahr).
Untuk
membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan perasaan yang
sehat (Dzauq Salim) yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli
Balaghoh dan mendalami metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara makhroj
hurufnya atau dari jauhnya.
-
Mukholafah Qiyas
adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah ilmu shorof.
Contoh
: lafadz بُوق dijama’kan menjadi بُوقَاتٌ seperti
dalam Syairnya Abu toyyib Ahmad bin Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-Kufy
Al-Mutanabby yang sedang memuji pemimpin tentara Daulat Ibnu hamdan Raja
Aleppo Syiria :
فإِنْ يَكُنْ
بَعْضُ النَّاسِ سَيْفًا لِدَوْلَةٍ -
فَفِيْ النَّاسِ بُوْقَاتٌ لَهَا وَطُبُوْلُ
"Jika
sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja
Aleppo; Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk
pemerintahan itu".
Karena
menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah
أَبْوَاقٌ
Dan
juga seperti lafadz مَوْدَدَةٌ dalam ucapannya :
إِنَّ بَنِـــيَّ
لَلِئَاَمٌ زَهَــدَهُ - مَالِيَ فِيْ
صُدُوْرِهِمْ مِنْ مَوْدَدَةٍ
"Sesungguhnya
Anak-anakku memang orang yang hina yang tidak perhatian, tiada dihatinya ada
rasa cinta padaku "
Menurut
Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz مَوْدَدَةٍ
menjadi مَوَدَّة
karena ada dua huruf sama, serta huruf yang kedua
berharokat.
-
Ghorobah
adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.
Contoh
:
تَكَأْكَأَ
bermakna seperti lafadz إجتمع yaitu berkumpul.
إفْرَنْقَعَ bermakna seperti lafadz إنصرف yaitu
bubar.
إلْطَخَمَّ bermakna seperti lafadz إشتدَّ yaitu berat dan besar
Keterangan
:
Ghorobah terbagi
menjadi 2 yaitu :
a.
Kata yang bisa
diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab bahasa Ajam karena
tidak biasa digunakan pada bahasa murni arab. Contoh:
تَكَأْكَأَ
bermakna seperti lafadz إجتمع yaitu berkumpul.
إفْرَنْقَعَ bermakna seperti lafadz إنصرف yaitu
bubar.
إلْطَخَمَّ bermakna seperti lafadz إشتدَّ yaitu berat dan besar
b.
Kata yang
tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena tidak digunakan bagi orang
Arab, dan tidak berlakunya bahasa pembanding maka membutuhkan usaha keras untuk
mengartikannya yang menyebabkan sulitnya memahami dan masih ada kesamaran.
Contoh
:
مُسَرّج bermakna
pedang suraij daerah Qin dan ada
yang mengatakan bermakna : Lampu.
B.
Fashohatul Kalam.
adalah
: Terhidarnya beberapa kalimah dari tanafur pada kumpulan kalimah
(kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa
kalimah itu.
1.
Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam
yang menyebabkan beratnya kalam pada lisan dan sulit mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
فِيْ رَفْعِ عَرْشِ الشَّرْعِ مِثلُكَ
يَشْرَعُ
“pada keluhuran
Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa mengambil”
Contoh lain:
وَقَبْرُ حَرْبٍ
بِمَكَانٍ قَفْرٍ - وَلَيْسَ قُرْبَ
قَبْرِ حَرْبٍ قَبْرُ
" kuburan
musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan
lain dekat kuburan itu"
Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:
كَرِيْمٌ مَتَى أمْدَحْهُ
أمْدَحْهُ وَالوَرَى مَعِيْ وَإذَا
مَالُمْتُهُ لُمْتُهُ وَحْدِيْ
"Dia (Abu
Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang yang mulia, jika aku memujinya
maka aku memujinya beserta orang-orang yang bersamaku. Jika aku menghinanya,
maka aku menginanya sendirian"
Penjelasan
:
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
- Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat pengucapannya
Contoh dalam ucapan Penyair :
فِيْ رَفْعِ عَرْشِ الشَّرْعِ مِثلُكَ
يَشْرَعُ
Pada
kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan
adanya pengulangan 3 huruf yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
وَقَبْرُ حَرْبٍ
بِمَكَانٍ قَفْرٍ - وَلَيْسَ قُرْبَ
قَبْرِ حَرْبٍ قَبْرُ
Pada
syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan
adanya beberapa huruf yang sama serta diulang-ulang.
- Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,
Seperti Ucapan Abu tamam Habib
bin A'us:
كَرِيْمٌ مَتَى أمْدَحْهُ
أمْدَحْهُ وَالوَرَى مَعِيْ وَإذَا مَالُمْتُهُ
لُمْتُهُ وَحْدِيْ
Pada kalam tersebut dikatakan tidak
fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan adanya pengulangan 2 huruf yaitu هاء dan حاء".
2.
Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak
sesuai dengan prosedur kaidah ilmu Nahwu yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum
menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan ma'nanya, dalam ucapan Penyair :
جَزَى بَنُوْهُ أَبَا الغِيْلاَنِ عَنْ كِبَر وَحُسْنِ فَعْلٍ كَمَا يُجْزَى سِنِمَّارُ
"Anak-anaknya
telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia tua seperti yang dilakukan oleh
Sinimmaru (Arsitektur Negara rum)"
Penjelasan
:
Kecacatan
pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz بَنُوْهُ yang
kembali pada lafadz أَبَا الغِيْلاَنِ
yang
merupakan lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan tingkatan.
3.
Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak
jelas (masih samar) pada makna yang dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari
aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan (taqdim), mengakhirkan (ta'khir)
atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid Lafdhy.
Seperti Ucapan Al-Mutanabby :
جَفَخَتْ
وَهُمْ لاَ يَجْفَخُوْنَ بِهَا بِهِمْ
شِيَمٌ عَلَى الحَسَبِ الأَغَرِّ دَلاَئِلُ
"Suatu Kebiasaan
(watak) yang menunjukkan atas keturunan yang baik merupakan Kebanggaan, dan mereka itu tidak bangga dengan itu".
Pentakdirannya adalah :
جَفَخَتْ بِهِمْ شِيَمٌ دَلاَئِلُ عَلَى
الحَسَبِ الأَغَرِّ وَهُمْ لاَ يَجْفَخُوْنَ بِهَا
Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid
lafdhy karena :
1.
Memisah
antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) (جَفَخَتْ بِهِم ) dengan lafadz lain yaitu : وَهُمْ لاَ يَجْفَخُوْنَ بِهَا .
2.
Mengakhirkan
lafadz
دَلاَئِلُ dari lafadz yang berta'alluq padanya
:
عَلَى الحَسَبِ الأَغَرِّ.
3.
Memisah
antara Na'at dan man'utnya : شِيَمٌ دَلاَئِلُ dengan
lafadz :
عَلَى الحَسَبِ الأَغَرِّ
Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan
adanya penggunaan majaz dan Kinayah yang Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini
disebut Ta'kid Ma'nawy.
Seperti
Ucapanmu :
نَشَرَ المَلِكُ أَلْسِنَتهُ فِيْ المَدِيْنَةِ
Dengan
menghendaki arti dari: أَلْسِنَتهُ sebagai "Mata-mata". dan yang benar adalah menggunakan lafadz :
عُيُوْنهُ
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf )
:
سَأَطْلُبُ بُعْدَ
الدَّارِ عَنْكُمْ لِتَقْرُبُوْا
وَتَسْكُبُ عَيْنَايَ الدُّمُوْعَ لِتَجْمُدَ
"Aku
mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian kelak menjadi dekat
denganku, dan kedua mataku mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair
membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad الجمود
dengan arti bahagia, padahal
lafadz tersebut biasa digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk arti:
"sulit meneteskan air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu
waktu susah ketika berpisah dengan kekasih, dan inilah yang seketika dipaham
dari lafad الجمود ,
bukan kebahagiaan seperti yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk
mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara yang
banyak yaitu : lafad الجمود diartikan
dengan : keringnya mata dari air mata, lalu diganti dengan arti : tidak
ada air mata ketika menangis, lalu diartikan : tidak adanya air mata
secara muthlaq, lalu diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru diartikan
dengan : kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai Ta’kid.
C. Fashohatul Mutakallim.
Adalah:
Suatu sifat yang melekat pada seseorang (bakat) yang bisa menyampaikan suatu
maksud dengan perkataan yang fashih pada semua tujuan yang ada (seperti memuji
atau menghina).
B.
BALAGHOH
Balaghoh menurut bahasa : Sampai ,
Tuntas.
Menurut Istilah itu menjadi sifat
pada kalam dan Mutakallim.
Balaghotul
Kalam
adalah
: Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal (tuntutan keadaan) serta
fashohahnya kalam itu.
Hal
disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk
mendatangkan perkataan pada bentuk tertentu.
Al-Muqtadho
disebut juga I'tibar Munasib
adalah : suatu bentuk tertentu yang didatangkan suatu ibarat untuk
menyampaikannya.
Seperti :
Pujian
adalah Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk Ithnab
(memanjangkan kalimat).
Cerdasnya
Mukhotob adalah suatu keadaan yang mendorong
untuk mendatangkan ibarat dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).
Pujian
dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal, sedangkan Ithnab dan Ijaz
disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam
bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan menyesuaikan
pada Al-Muqtadho (tuntutan).
Balaghotul
Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat)
pada sesorang yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh pada
semua tujuan apapun.
Tanafur
itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan yang sehat).
sedangkan
Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid Lafdhy
dengan Ilmu nahwu, sedang Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab,
Ta'kid Ma'nawi dengan Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal dengan Ilmu ma'any.
maka
bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu,
Ma'any dan bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari
kalam Arab.
ILMU MA'ANI
Ilmu
Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk
mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa menyesuaikan dengan tuntutan keadaan. Maka
bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda karena adanya perbedaan kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"وَأَنََّا لاَ نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِيْ
الأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا"
"Dan
sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu)
apakahkeburukan yang dikehendaki bagi orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka
menghendaki kebaikan bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)
Lafadz
sebelum أمْ merupakan bentuk kalam yang berbeda
dengan bentuk kalam sesudahnya, karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il
mabni majhul, sedangkan yang kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.
Kondisi
yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah SWT
pada kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada
Allah pada kalam yang pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani
teringkas dalam 6 bab yaitu :
BAB I
KHOBAR
DAN INSYA'
Setiap
kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam
Insya'.
Kalam
Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan
pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan
Seseorang :
سَافَرَ زَيْدٌ
= Zaid telah
bepergian.
عَلِيٌّ مُقِيْمٌ = Ali itu orang
yang bermukim
Si Pengucap
tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang perkataannya
sesuai dengan faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika memang
perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.
Kalam
Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk
dikatakan pada Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti
Ucapan Seseorang :
سَافِرْ يَازَيْدُ
= Pergilah hai
Zaid !
أَقِمْ يَاعَلِيُّ = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap
tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang Dusta karena
ia hanya memerintahkan pada zaid atau ali.
Yang dimaksud dari Kebenaran
Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya. Sedangkan Kedustaan
khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Pada Jumlah عَلِيٌّ مُقِيْمٌ
, itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat
Muqim bagi Ali) dari jumlah itu sesuai
dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang Benar, jika tidak benar maka
dikatakan Khobar yang dusta.
Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :
Mahkum Alaih,
disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il, Na'ibul Fail, Mubtada' yang
memiliki khobar.
Mahkum Bih,
disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan Mubtada' yang cukup dengan
fa'il yang dirofa'kan.
Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah
Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah Ismiyyah.
Jumlah
Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk
memberikan faidah suatu kejadian pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk
Qorinah seperti : Sekarang, Kemarin, atau besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus
secara bertahap) disebabkan adanya
indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il Mudhori' seperti
ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri dengan seorang
pemberani.
أَوَكُلَّمَا وَرَدَتْ عُكَاظُ
قَبِيْلَةٌ بَعَثُوْا إِلَيَّ عَرِيْفَهُمْ يَتَوَسَّمُ
"Apakah
(orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari mereka
sampai dipasar Ukadz, Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku untuk
meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau tidak?) ".
Jumlah
Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya
murni menetapkan hukum musnad pada musnad ilaih. seperti :
الشَّمْسُ مُضِيْئَةٌ = Matahari itu menerangi.
dan
terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah),
jika khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :
العِلْمُ نَافِعٌ = Ilmu itu bermanfaat.
Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :
1.
Memberi
faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah itu.
seperti dalam perkataan kita :
حَضَرَ الأَمِيْرُ = Pemimpin itu telah hadir.
karena
kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob bahwa tetapnya kehadiran pemimpin
itu telah terwujud dan nyata sesuai faktanya.
2.
Memberikan
faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :
أَنْتَ حَضَرْتَ أَمْسِ = engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri
sebelum diberitahu.
Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah
Khobar.
Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim
Faidah.
Macam-macam
Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang
menyampaikan berita) itu memberi faidah pada Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu
diringkas menurut kadar kebutuhan karena dikhawatirkan adanya Al-Laghwu
(Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi
Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan atau mendustakan khobar/
belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum, maka khobar disampaikan
tanpa menggunakan taukid (kata penguat).contoh :
أَخُوْكَ قَادِمٌ = Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang
ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui khobar, maka sebaiknya menguatkan
khobar. seperti :
إِنَّ أَخَاكَ قَادِمٌ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang
mengingkari khobar (berkeyakinan sebaliknya), maka harus mendatangkan khobar
dengan satu penguat atau dua penguat atau lebih dengan melihat tingkatan
ingkarnya. seperti :
إِنَّ أَخَاكَ قَادِمٌ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
إِنَّ أَخَاكَ لَقَادِمٌ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
datang.
وَاللهِ، إِنَّ أَخَاكَ لَقَادِمٌ
Demi Allah,
Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
Dengan menisbatkan pada sepinya
khobar dari taukid dan adanya taukid pada khobar, maka Khobar terbagi menjadi
tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut
: Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar
dengan satu taukid) disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan
khobar dengan satu taukid atau lebih) disebut : Inkary.
Lafadz Taukid (penguat) dengan
menggunakan lafadz :
- إِنَّ، أَنَّ = Sesungguhnya
- لاَمْ إبْتِدَاءْ = Sungguh
- Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : أَلاَ، أَمَا (ingatlah).
- Huruf Qosam (sumpah).
- Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
- Pengulangan lafadz (takrir).
- قَدْ = Sungguh, benar-benar.
- أَمَّا yang menjadi Syarat.
Dan termasuk juga :
a.
Menggunakan
Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Fi’liyyah.
b.
Mendahulukan
Fa’il maknawi contoh : الأميرُ حضَرَ
c.
Lafadz إنَّمَا contoh : إنَّمَا خاَلِدٌ
قَائِمٌ
d.
Dhomir Fashol
Contoh : زَيْدٌ هُوَ القَائِمُ
Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya'
tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada
sesuatu yang dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru
Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut
pada sesuatu yang dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam :
Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham (bertanya), Tamanni (berharap), Nida'
(kata seru).
Amar
(Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan
ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
amar
memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a.
Fi'il Amar,
Contoh =
خُذِ الكِتَابَ بِقُوَّةٍ
= Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-sungguh.
(Surat Maryam : 12)
b.
Fi'il Mudhori
yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
لِيُنْفِقْ ذُوْسَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ
Hendaklah orang
yang mampu itu menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq : 7)
c.
Isim Fi'il
Amar, Contoh :
حَيَّ عَلَى الفَلاَحْ
= marilah menuju kebahagiaan.
d.
Isim Masdar
yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
سَعْيًا فِيْ الخَيْرِ = Sungguh berusahalah dalam melakukan
kebaikan
Dan terkadang Sighot Amar itu
keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami dengan alur pembicaraan
(Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan. seperti :
a.
Do'a,
(yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik orang
yang menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
أَوْزِعْنِيْ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
= mohon Berikan Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu (Surat
An-Naml : 19) .
b.
Iltimas (yaitu : menuntut suatu
pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’ atau merendahkan diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi
derajatnya, atau lebih rendah atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman
sebayamu :
أَعْطِنِيْ الكِتَابَ
= berikan padaku kitab itu.
c.
Tamanni
(yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'),
contoh :
أَلاَ أَيُّهَا اللَّيْلُ الطّوِيْلُ أَلاَ
انْجَلِيْ بِصُبْحٍ وَمَا الإصْبَاحُ
مِنْكَ بِأَمْثَلِ
Ingatlah,
wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan tiadalah
kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).
d.
Tahdid
(Mengancam), contoh :
إِعْمَلُوْا مَا شِئتمْ = Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka
kalian akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat Fushilat : 40)
e.
Ta'jiz
(melemahkan), Contoh :
يَا لَبَكْرٍ أَنْشِرُوْا لِيْ كُلَيْبَا يَالَبَكْرٍ أَيْنَ اَيْنَ الفِرَارُ
Wahai
Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana engkau akan lari?
f.
Taswiyyah
(menyamakan), Seperti Firman Allah :
إصْلَوْهَا إِصْبِرُوْا
أَوْ لاَ تَصْبِرُوْا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ
Masuklah
kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya),
Bersabarlah kalian ataukah janganlah sabar kalian, sama saja bagi kalian.
(Surat
At-Thur : 16)
Karena
terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu
mendorong untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama-
sama tiada bermanfaat.
Nahi
(Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu
pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk
kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang bersamaan dengan La nahi.
Seperti Firman Allah :
وَلاَ تُفْسِدُوْا فِيْ الأرْضِ بَعْدَ
إصْلاَحِهَا.
“Janganlah
kalian berbuat kerusakan di bumi setelah memperbaikinya” (Surat
Al-A’rof : 56)
Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar
dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang bisa dipahami dari maqom/Keadaan
dan alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a.
Do'a,
(yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah atau
sopan) contoh pada Firman Allah :
فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ الأَعْدَاءَ
= Mohon Janganlah kau membuat gembira
para musuh dengan melihatku (Surat Al-A’rof : 150).
b.
Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan
suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau merendahkan diri). seperti ucapanmu
terdapap teman sebayamu :
لاَتَبْرَحْ مِنْ
مَكَانِكَ حَتى أرْجِعَ إلَيْكَ =
Janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku kembali padamu.
c.
Tamanni,
contoh :
يَا لَيْلُ طُلْ يَا نَوْمُ زُلْ يَا صُبْحُ قِفْ لاَ تَطْلُعْ
Wahai
Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh
berhentilah, janganlah kau nampak.
d.
Tahdid
(Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
لاَ تُطِعْ أَمْرِيْ = Jangan kau patuhi perintahku !,
(Maka akan kau rasakan akibatnya).
Istifham
(Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi
atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu dengan alat tertentu.
Alat untuk bertanya :
الهمزة، هَلْ، مَا، مَنْ ، مَتى، أَيَّانَ ،
كَيْفَ، أَيْنَ ، أَنى، كَمْ، أيّ
Hamzah (أ)
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur
adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau tidak)
Seperti Ucapanmu :
أَعَلِيٌّ
مُسَافِرٌ أَمْ خَالِدٌ = Apakah
Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
dengan berkeyakinan bahwa bepergian
itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya,
tetapi engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan
salah satunya, semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq
yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai dengan
fakta atau tidak.
Contoh :
أَسَافَرَ عَلِيٌّ = Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya
pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka dijawab dengan : ya
atau tidak.
Sesuatu yang ditanyakan dalam
Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan hamzah dan adanya kata pembanding
yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini disebut
: Am Muttasil. maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang
Musnad ilaih : "
أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا أَمْ يُوْسُفُ ؟
= Apakah kamu
telah mengerjakan ini ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
أَ رَاغِبٌ أَنْتَ عَنِ الأمْرِ أَمْ
رَاغِبٌ فِيْهِ
= Apakah Kamu membenci perkara ini
ataukah kamu menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
أَ إِيَّايَ تَقْصِدُ أَمْ خَالِدًا ؟
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
أَ رَاكِبًا جِئتَ أَمْ مَاشِيًا ؟
=Apakah dengan berkendaraan engkau
datang ataukah dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
أَ يَوْمَ الخَمِيْسِ قَدِمْتَ أَمْ
يَوْمَ الجُمْعَةِ ؟
=Apakah pada hari kamis engkau
datang ataukah pada hari jum'at?.
dan begitu seterusnya.
dan terkadang tidak disebutkan kata
pembandingnya. contoh :
أَ أَنْتَ فَعَلْتَ كَذَا ؟ = Apakah
Kamu telah melakukan ini?.
أَ رَاغِبٌ أَنْتَ عَنِ الأمْرِ ؟ = Apakah Kamu benci perkara ini?.
أَ إِيَّايَ تَقْصِدُ ؟ =
Apakah aku yang engkau tuju?.
أَ رَاكِبًا جِئتَ ؟ =
Apakah dengan berkendaraan kau datang?.
أَ يَوْمَ الخَمِيْسِ قَدِمْتَ ؟= Apakah pada
hari kamis engkau datang?.
Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan
dalam Tashdiq adalah Nisbat (keadaannya dalam aspek terjadinya sesuatu atau
tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding. maka apabila Am
terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat, maka am
itu dikira-kirakan sebagai Am Munqoti' (terputus) dan bermakna
seperti Bal (bahkan).
هَلْ
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
هَلْ جَاءَ
صَدِيْقُكَ ؟ = Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding.
maka tidak boleh diucapkan :
هَلْ جَاءَ صَدِيْقُكَ أَمْ عَدُوُّكَ ؟ = Apakah temanmu telah datang ataukah
musuhmu?.
هَلْ
itu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan
mengenai wujudnya sesuatu pada dzatnya. contoh :
هَلْ العَنْقَاءُ مَوْجُوْدَةٌ ؟ = Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah,
jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada sesuatu yang lain. Contoh :
هَلْ تَبِيْضُ العَنْقَاءُ وَتُفْرِخُ ؟
= Apakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?
مَا
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
مَا العَسْجَدُ ؟ =
Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab
: itu adalah emas)
مَا اللُّجَيْنُ ؟ =
Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu
nama benda. Contoh :
مَا الإنْسَانُ ؟ = Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat
perorangan pada manusia, maka dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa
bertambah pada hakikatnya kecuali adanya hal-hal yang baru) .
atau berfungsi untuk menanyakan
tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta ma.
seperti ucapanmu kepada orang yang mendatangimu :
مَا أَنْتَ ؟ =
Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku utusan dari Kholid”.
مَنْ
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang
yang berakal.
Contoh :
مَنْ فَتَحَ مِصْرَ
؟ = Siapa
Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr bin Ash pada zaman
pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob).
مَتَى
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang
waktu yang telah lewat atau yang akan datang (atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
مَتى جِئتَ =
Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu sahur)
َمَتى تَذهَبُ ؟ =
Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau besok).
أَيَّانَ
berfungsi khusus untuk menuntut
kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz أَيَّانَ digunakan
pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
يَسْألُ أَيَّانَ
يَوْمُ القِيَامَةِ ؟ = Ia
bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.
كَيْفَ
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
كَيْفَ أَنْتَ ؟
= Bagaimana keadaanmu?.
أَيْنَ
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
أَيْنَ تَذْهَبُ ؟
= ke mana engkau akan pergi?.
أَنى
berfungsi seperti Kaifa contoh :
أنى يُحْيِ هذه
اللهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ؟ =
Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah matinya (Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-Baqoroh : 259).
berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =
يَا مريم أَنى لَكِ
هَذَا ؟ =
Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.
berfungsi seperti Mata contoh :
أنى تَكُونُ
زِيَادَةُ النَّيْلِ؟ =
Kapan bertambahnya sungai Nil?.
كَمْ
berfungsi untuk menuntut kejelasan
tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :
كَمْ لَبِثتمْ ؟
= Berapa lama kalian berdiam
diri?. (Surat Al-kahfi :19)
أَيّ
berfungsi untuk menuntut perbedaan
salah satu dari dua perkara yang berkumpul dalam satu perkara yang mencakup
keduanya.
Contoh :
أَي الفَرِيْقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا ؟
= Manakah Dua kelompok (Kafir dan
Mu’min) yang lebih baik tempat tinggalnya ?. (Surat Maryam : 73)
Berfungsi juga untuk menanyakan
tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang yang berakal, dll dengan
memandang pada lafadz yang disandarkan.
Dan
terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang
lain, yang bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a.
Taswiyah
(menyamakan), contoh :
سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ
أَأنْذَرْتَهُمْ أم لَمْ تُنْذِرْءهُمْ =
sama saja apakah kamu memperingatkan
mereka atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .
b.
Nafi
(Meniadakan). seperti:
هَلْ جَزَاءُ
الإحسَانِ إلا الإحْسَانُ = Tiadalah
Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali dengan berbuat kebaikan (Surat Ar-Rohman
: 60).
c.
Ingkar
(Mengingkari), contoh :
أَغَيْرَ اللهِ تَدْعُوْنَ ؟
Apakah pada selain Allah kalian
menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
أَلَيْسَ اللهُ بِكَافٍ
عَبْدَهُ ؟
Bukankah
Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat
Az-Zumar :36)
d.
Amar (Perintah),
contoh :
فَهَلْ أَنتم مُنْتَهُوْنَ ؟
= maka Berhentilah !. (surat
Al-Maidah : 91)
أَأَسْلَمْتمْ؟ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)
e.
Nahi (Larangan),
Contoh :
أَتَخْشَوْنهمْ
فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ ؟
=
Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian takuti.
(Surat At-taubah : 13)
f.
Tasywiq
(Memotifasi), contoh :
هَلْ أَدُلُّكُمْ
عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ ؟
= Apakah Aku tunjukkan pada
perdagangan yang menyelamatkan kalian dari siksa yang pedih ? (Surat Ash-Shof :
10).
g.
Ta'dhim
(Mengagungkan), contoh :
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ
إِلاَّ بِإِذْنِهِ ؟ = Siapakah yang bisa memberi syafa’at disisi
Allah tanpa Idzin-Nya ? (Surat
Al-Baqoroh : 255)
h.
Tahkir
(Menghina), contoh :
أَ هَذَا الذيْ مَدَحْتَهُ كَثِيرًا ؟
= Apakah hanya pada orang ini
engkau sering memujinya ?.
Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang
disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena merupakan hal yang mustahil
atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
أَلاَ لَيْتَ الشَّبَابَ يَعُوْدُ يَوْمًا فَاُخْبِرُهُ بِمَا فَعَلَ المَشِيْبُ
Ingatlah,
seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku ceritakan
padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
لَيْتَ لِيْ أَلْفَ دِيْنَارٍ
Seandainya
aku mempunyai uang seribu dinar !
Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya,
maka mengandai-andai perkara tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
لَعَلَّ اللهُ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ
أَمْرًا
Semoga
Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).
Tamanni itu memiliki 4 alat :
Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :
- لَيْتَ
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
- هَلْ , Contoh :
فَهَلْ لَنَا مِنْ
شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوْا لَنَا
Adakah
bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga menolong kami. (S. Al-A’rof : 52).
- لَوْ , Contoh :
فَلَوْ أَنَّ لَنَا
كَرَّةً فَنَكُوْنَ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ
Seandainya
bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman. (Surat Al-Baqoroh :
167).
- لَعَلَّ , Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :
أَسْرِبَ القَطَا مَنْ يُعِيْرُ جَنَاحَهُ
- لَعَلِّيْ إِلَى مَنْ قَدْ هَوَيْتُ أَطِيْرُ
Wahai
Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?, Seandainya
aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai
Karena
menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh setelahnya
itu dinashobkan sebagai jawabnya.
Nida’ (kata
Seru)
Adalah : Menuntut menghadapnya
mukhotob, dengan menggunakan huruf yang mengganti kedudukan arti “aku
memanggil”
Adat yang digunakan ada 8 yaitu :
الهمزة، أيْ، آ، آيْ ، أيَا، وَا
Hamzah (أ) dan أيْ untuk
panggilan jarak dekat, sedangkan yang lainnya untuk panggilan jarak jauh. Dan
terkadang Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat, maka
memanggil dengan Hamzah (أ) dan أيْ untuk mengisarohkan bahwa karena
sangat menginginkan kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah
mukhotob seperti orang yang hadir bersamanya, seperti ucapan Penyair
أَسُكَّانَ نَعْمَانَ الأَرَاكِ تَيَقَّنُوْا بِأَنَّكُمْ فِيْ رَبْعٍ قَلْبِيْ سُكَّانُ
Wahai
Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian bahwa
kalian itu berada pada tempat hatiku.
BAB II
DZIKR
(PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)
Ketika diharapkan memberi faidah kepada
Pendengar tentang hukum yang terkandung pada suatu lafadz, maka Lafadz manapun
yang menunjukkan Arti, maka secara hukum asal adalah dengan menyebutkan
lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah
diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari kalam lain pada lafadz tersebut
maka secara hukum asal adalah membuang lafadz itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum
asal diatas, maka tidak diganti dari tuntutan salah satunya pada tuntuan yang
lain kecuali karena faktor penyebab.
Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :
1.
Menambah kemantapan
(menjadikan pengakuan bagi mukhotob) dan penjelasan pada pemahaman pendengar,
Contoh :
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَ أُولئِكَ
هُمُ المُفْلِحُوْنَ
Mereka adalah orang yang mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka dan Mereka adalah orang yang bahagia.
Penjelasan :
Pada
ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan tersebut
dengan memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-masing dari keberuntungan
diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya tidak disebutkan maka akan
menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu secara kompleks.
2.
Tasjil (memberi
catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak dimungkinkan adanya
pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi : "Apakah Zaid ini
mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi menjawab :
نَعَمْ ، زَيْدٌ هذا أقَرَّ بأَنَّ عَلَيْهِ
كَذَا.
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia
mempunyai kewajiban begini.
Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :
1.
Menyamarkan
suatu perkara pada selain mukhootob, Contoh :
أَقْبَلَ =
Dia telah datang (dengan menghendaki Ali misalnya).
Kalau
seumpama disebutkan : أَقْبَلَ عَلِيّ
, maka orang yang duduk disekitarnya (selain Mukhotob)
akan mencari sehingga jelas tidak ada tujuan menyamarkan.
2.
Sempitnya kesempatan,
disebabkan adakalanya karena merasa susah atau bosan, Contoh :
قَالَ لِيْ كَيْفَ أَنْتَ قُلْتُ عَلِيْلُ سَهْرٌ دَائِمٌ وَحُزْنٌ طَوِيْلُ
Dia
berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku menjawab : "Sakit,
selalu tidak tidur malam, dan susah terus"
membuang Musnad Ilaih yaitu : أَنَا
(saya), karena merasa susah.
Dan adakalanya karena takut
kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang pemburu ketika melihat Kijang :
غَزَالٌ = Kijang ! (ini Kijang).
Membuang Musnad Ilaih yaitu : هَذَا
(ini), karena khawatir kehilangan buruan).
3.
Menjadikan
Umum serta meringkas, contoh :
وَ اللهُ يَدْعُو
إِلى دَارِ السَّلامِ
Dan
Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada semua Hamba-Nya).
Membuang
Maf'ul Bih yaitu : جَميع عباده (Semua
hamba-Nya), karena dengan Pembuangan tersebut itu menunjukkan keumuman.
4.
Memposisikan
Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya hubungan tujuan dengan
Ma'mul,
Contoh
:
هَلْ يَسْتَوِيْ الذِيْنَ يَعْلَمُون وَ
الذِيْنَ لاَ يَعْلَمُون اي الدين
“apakah sama
orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
Membuang
Maf'ul Bih yaitu : الدين (Agama),
lalu pembuangan itu memposisikan fiilnya sebagai Fi'il lazim dengan tujuan murni
menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa memperhatikan keumuman atau kekhususan.
Dan dikategorikan sebagai pembuangan,
dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan
alasan karena takut pada Fa'il (pelaku) Contoh :
قُتِلَ قَتِيْلٌ = Korban itu telah dibunuh.
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya,
Contoh :
شُتِمَ الأمِيْرُ = Pemimpin itu telah dihina.
atau karena sudah
mengetahui Fa'il (pelaku) nya Contoh :
وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيْفًا =
Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya, Contoh :
سُرِقَ المَتَاعُ = harta itu telah dicuri.
Atau untuk menjaga sajak contoh :
منْ طَابَتْ سَرِيْرَتُهُ حُمِدَتْ
سِيْرَتُهُ = barang
siapa yang baik hatinya, maka akan dipuji perilakunya.
Atau menghormati pelaku, jika
pekerjaannya itu hina, contoh :
تَكَلَّمَ بِمَا لاَ يَلِيْقُ = Ia telah berbicara dengan kata
yang tidak pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga
lisan dari menyebutkannya, contoh :
قَدْ قِيْلَ مَا قِيْلَ =
Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.
BAB III
TAQDIM
(MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR
(MENGAKHIRKAN LAFADZ)
Seperti
telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin mengucapkan kalam dengan sekali
ucapan, tetapi haruslah mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz
yang lain.
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan
lebih tepat untuk didahulukan daripada yang lain, yang disebabkan adanya kesamaan pada semua lafadz dengan
memandang dari sisi tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz
karena adanya Faktor penyebab taqdim. diantaranya adalah :
1.
Menimbulkan
rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz yang
didahulukan menunjukkan sesuatu yang langka. Contoh pada :
بَانَ أمْرُ الإلَهِ وَاخْتَلَفَ النَّا سُ فَدَاعٍ إلَى ضَلاَلٍ وَ هَادِيْ
والذِيْ حَارَتْ البَرِيَّةُ فِيْهِ
حَيَوَانٌ مُسْتَحْدَثٌ مِنْ جَمَادٍ
Perkara
Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang
mengajak pada kesesatan dan ada orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu
makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia dibangkitkan
pada hari kiamat atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari sperma”
2.
Mempercepat
kabar bahagia atau kesusahan.
Contoh :
العَفْوُ عَنْكَ
صَدَرَ بِهِ الأَمْرُ = Pengampunan darimu itu berujung
pada perkara yang baik.
Dengan
ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyenangkan.
القِصَاصُ حَكَمَ
بِهِ القَاضِيْ =
Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat
memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyusahkan.
3.
Lafad yang
didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau rasa heran.
Contoh :
أَبَعْدَ طُوْلِ
التَجْرِبَةِ تَنْخَدِعُ بِهَذِهِ الزَّخَارِفِ
Apakah setelah lamanya melakukan
percobaan, engkau merasa tertipu dengan perhiasan dunia ini.?
4.
Mencetuskan Umumus
Salbi (عموم السلب) atau Salbil Umum (سلب العموم).
Umumus
Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam meniadakan hukum
pada masing-masing bagian lafadz yang menjadi sasaran hukum.
itu
terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang menunjukkan makna Umum) dari
pada Adat Nafi (lafadz yang menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika
menjawab pertanyaan Dzul Yadain " apakah Anda mengqoshor Sholat ataukah
Anda lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
كُلُّ ذلك لَمْ
يَكُنْ
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak
ada.
Artinya
: Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara bersamaan) itu tidak
terjadi.
Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga
syarat :
- Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.
- Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.
- Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.
Salbil
Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari
beberapa bagian yang masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan
apakah itu keseluruhan atau sebagian, tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat
Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
لَمْ يَكُنْ كُلُّ
ذلك
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak
terjadi.
Keterangan
: bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian yang
lain. atau bisa dipersepsikan dengan meniadakan
kesemua bagian .
5.
Menspesifikkan
(takhsis), Contoh :
Contoh :
مَا أَنَا قُلْتُ = Aku tidak
berkata.
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ = Hanya
kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak
disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah satu dari dua rukun jumlah
itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir. karena keduanya itu
saling melengkapi.
BAB IV
QOSHOR
Qoshor
adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan menggunakan
metode / cara tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan
Qoshor Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya
dengan memandang pada fakta dan hakikatnya, tidak memandang pada keterkaitan
dengan sesuatu yang lain. Contoh :
لاَ كَاتِبَ فِيْ المَدِيْنَة ِ إلا
عَلِيٌّ
= tidak ada Seorang Penulisspun di
Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah
hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya
dengan memandang pada keterkaitan (hubungan) dengan sesuatu yang lain . Contoh
:
مَا عَلِيّ إلا قَائِمٌ =
tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri
bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan semua sifat yang dimiliki Ali
selain berdiri, seperti membaca, menulis dll.
tetapi tujuannya hanyalah meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki
maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan hakikatnya maka terbagi menjadi 2
macam yaitu : Qoshor Sifat ala Maushuf dan Qoshor maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat
Ala Maushuf
Qoshor Sifat ala Maushuf jika
dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya
dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua maushuf yang lain.
Contoh :
لاَ فَارِسَ إلا
عَلِيّ = Tidak ada
Penunggang kuda kecuali Ali.
Jika memang secara faktanya Ahli
penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.
Qoshor Sifat ala Maushuf jika
dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah : menghukumi bahwa Sifat itu hanya
dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar
pada maushuf lain ditentukan baik satu orang atau lebih, walupun kenyataannya
dimiliki oleh maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di
Tuban adalah Ali, Ahmad, Karim, dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :
لاَ فَارِسَ إلا
عَلِيّ = Tidak ada Ahli Penunggang kuda
kecuali Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan
menafikan Ahmad, karim dan Abdulloh. Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang
kuda juga dimiliki oleh orang lain Misalnya Zaid.
Qoshor
Maushuf Ala Shifat
Qoshor Maushuf ala Sifat
jika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi adalah : menghukumi
bahwa Maushuf itu hanya Memiliki satu sifat.
Contoh :
مَا زَيْدٌ إلا
كَاتِبٌ = Tiadalah Zaid
kecuali Seorang Penulis .
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat
yang lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam
ini mustahil terjadi karena mutakalim kesulitan menemukan beberapa sifat,
sehingga memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan meniadakan sifat lain
secara keseluruhan.
Qoshor Maushuf ala Shifat jika
dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah : menghukumi bahwa Maushuf hanya itu
memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat lain atau beberapa sifat yang
ditentukan.
Contoh :
وَمَا مُحَمَّدٌ
إلا رَسُوْلٌ =Tiadalah
Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.
Maushuf dikhususkan pada satu sifat,
dan menafikan sifat lain yang disangka oleh mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini
bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu : Sebagai Rosul dan Tidak mungkin
wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau adalah hanya Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga
dimiliki oleh selainnya seperti Nabi Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya
pengqosoran tersebut itu menunjukkan peniadaan sifat lain (tidak mungkin
wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi Beliau.
Macam-Macam
Qoshor Idhofy
dengan memandang Keadaan Mukhotob,
maka Qoshor Idhofy terbagi menjadi tiga
yaitu :
1.
Qoshor
Ifrod
Adalah : Qoshor yang diucapkan
kepada Mukhotob yang menyangka bahwa satu Maushuf memiliki beberapa sifat atau
Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.
Contoh
Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa
Ahmad memiliki keahlian Penulis dan Penyair, lalu mutakalim mengucapkan :
مَا زَيدٌ إلا شَاعِرٌ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang
Penyair.
Contoh
Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa yang
bepergian adalah Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu mutakalim mengucapkan :
مَا مُسَافِرٌ إلاّ عَلِيّ = Tiada Orang yang bepergian kecuali Ali.
2.
Qoshor
Qolab
Adalah : Qoshor yang diucapkan
kepada Mukhotob yang menyangka kebalikan dari hukum yang ditetapkan.
Contoh
Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Penyair
itu adalah Ahmad bukan Zaid,lalu
mutakalim mengucapkan :
مَا زَيدٌ إلا شَاعِرٌ = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa Zaid itu
Bodoh bukan Orang Alim., lalu mutakalim mengucapkan :
مَا عَالِمٌ إلا زَيدٌ = Tiada Orang Alim kecuali Zaid.
3.
Qoshor
Ta'yin
Adalah
: Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka salah satu perkara yang
tidak ditentukan dari dua perkara atau lebih.
Contoh
Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan menyangka
bahwa Bumi itu memiliki dua sifat yaitu Bergerak dan diam, tanpa menentukan
salah satunya. Lalu Mutakalim mengucapkan
الأرْضُ مُتَحَرِّكَةٌ لاَ سَاكِنَةٌ = Bumi itu bergerak bukan diam.
Contoh Maushuf ala Sifat
: ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah Zaid ataukah Kholid,
lalu diucapkan :
مَا شَاعِرٌ إلاّ زَيدٌ = Tiada Penyair kecuali Zaid.
Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :
1.
Menggunakan
adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
إنْ هذا إلاّ مَلَكٌ كَرِيْمٌ
= Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf)
kecuali Malaikat yang mulia.
2.
Menggunakan
lafadz إنّما
. Contoh :
إِنَّمَا الفَاهِمُ عَلِيٌّ = Hanyalah Orang yang
faham itu Ali.
3.
Menggunakan
huruf Athof : لَكِنْ ، بَلْ ، لاَ . Contoh :
أَنَا نَاثِرٌ لاَ نَاظِمٌ =
Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli Nadhom.
4.
Mendahulukan
Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul bih :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ = Hanya kepada Engkau
(Allah) kami menyembah.
BAB V
WASHOL
DAN FASHOL
Washol adalah : Mengathofkan Jumlah
pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol adalah Tidak Mengathofkan Jumlah pada
jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya
terbatas pada penggunaan athof dengan wawu, karena Athof dengan selain wawu itu
tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki
beberapa tempat.
Tempat-Tempat
yang harus di Washolkan dengan huruf Athof Wawu.
Wajib menyambung
(Washol) pada dua tempat yaitu :
1.
Apabila ada
dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar atau Jumlah Insya' dan diantara
keduanya ada sisi persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang sempurna dan
tidak ada perkara yang mencegah dari Athof.
Contoh Kalam Khobar :
إِنَّ الأبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ وَ إنَّ
الفُجَّارَ لَفِيْ جَحِيْمٍ
Sesungguhnya
orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya berada di Surga Na'im dan Orang yang
suka berbuat kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.
Dari
kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan makna.
dan sisi persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang baik dan
orang jelek yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga Na'im
dan Neraka Jahim yang keduanya menjadi Musnad.
Contoh Kalam Insya' :
فَلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلاً وَلْيَبْكُوْا كَثِيرًا
Maka
sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak menangis.
Dari
kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan makna.
dan sisi persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut menjadi
Musnad Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.
2.
Jika
meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang bertentangan
dengan tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
لاَ وَشَفَاهُ
اللهُ = Tidak
(Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.
sebagai
jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari
sakit?"
maka
jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan
mendo'akan jelek kepada Ali, padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi
:
لاَ شَفَاهُ اللهُ = Semoga Allah tidak Menyembuhkannya.
Tempat-Tempat
yang harus dipisah (Fashol).
Wajib memisah
(Fashol) pada 5 tempat yaitu :
1.
Apabila diantara
dua jumlah ada sisi persamaan yang sempurna artinya Jumlah Kedua menjadi Badal
dari jumlah pertama .
Contoh :
أَمَدَّكُمْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ أَمَدّكُمْ
بِأَنْعَامٍ وَبَنِيْنَ
Beliau
(Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau
(Allah) telah membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki.
(Surat Asy-Syuaro’ : 132).
Atau Jumlah kedua menjadi Bayan
(Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ، قَالَ
يَاآدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الخُلْدِ
Maka
Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah
mau aku tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)
Atau Jumlah kedua menjadi Taukid
(Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
فَمَهِّلِ الكَافِرِيْنَ أَمْهِلْمُمْ
رُوَيْدًا
"maka
biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-Thoriq :
17).
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa
antara dua jumlah tersebut ada Kamal ittishol (Kesempurnaan dalam
kesinambungan).
2.
Jika diantara
dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya berbeda dalam
hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
لاَ تَسْأَلِ المَرْاَ عَنْ خَلاَئِقِهِ فِيْ وَجْهِهِ شَاهِدٌ مِنَ الخَبَرِ
Jangan
kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam
wajahnya terdapat Bukti adanya
berita .
Seperti Ucapan Penyair lain :
وَقَالَ رَائِدُهُمْ أَرْسُوْا نُزَاوِلُهَا فَحَتْفُ كُلِّ امْرِئٍ يَجْرِيْ
بِمِقْدَارِ
Pemimpin
Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat ini), maka kami akan mengupayakan
urusan perang. Kematian seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".
Atau Diantara kedua jumlah tidak ada
kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
عَلِيٌّ كَاتِبٌ ، الحَمَامُ طَائِرٌ = "Ali itu seorang Penulis.
Burung dara itu terbang"
Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna
antara : menulisnya Ali dan terbangnya burung dara.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa
antara dua jumlah tersebut ada Kamal Inqitho' ().
3.
Jika diantara
Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِيْ ، إنَّ
النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ
Dan
Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya
Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan
(
Surat Yusuf : 53) .
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa
antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal Inqitho' ().
4.
Jika ada
jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah satu dari
dua jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada jumlah
yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
وَتَظُنُّ سَلْمَى أَنَّنِيْ أَبْغِ بِهَا بَدَلاً أُرَاهَا فِيْ الضَّلاَلِ تَهِيْمُ
Dan
Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya
menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.
pada
Jumlah أُرَاهَا
sah diathofkan pada jumlah : تَظُنُّ, tetapi ini
tercegah untuk diathofkan karena khawatir menimbulkan kesalah pahaman bahwa
lafadz أُرَاهَا
diathofkan pada jumlah أَبْغِ بِهَا sehingga diartikan Jumlah ketiga أُرَاهَا فِيْ
الضَّلاَلِ تَهِيْمُ
merupakan isi dari
Persangkaan Salma .
Kesalahpahaman
yang timbul jika diathofkan : Dan Salma menyangka bahwa : " aku
mencari penggantinya dan Saya menyangkanya
bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan".
Pada
pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu Kamal
Inqitho' ().
5.
Jika tidak
ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya faktor
pencegah.
Seperti Firman Allah :
وَ إِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِيْنِهِمْ ،
قَالُوْا إِنَّ مَعَكُمْ إنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُوْنَ. اللهُ يَسْتَهْزِئُ
بِهِمْ
Dan
ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka mengatakan
Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan mereka"
(Surat Al-Baqoroh :14-15)
pada
Jumlah اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ tidak sah diathofkan pada jumlah : إِنَّ مَعَكُمْ, karena akan memberikan statement
bahwa lafadz اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ merupakan isi dari ucapan mereka.
dan
juga tidak sah diathofkan pada jumlah قَالُوْا karena memberikan pemahaman bahwa Penghinaan
Allah kepada orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka kembali pada Pemimipin
mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa
antara dua jumlah tersebut ada Tawashuth baina Kamalaini ().
BAB VI
IJAZ,
ITHNAB, DAN MUSAWAH
Sesuatu
yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan untuk diungkapkan
dengan tiga cara :
1.
Musawah
Adalah
: Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama, artinya
ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang mereka itu
tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang yang lemah
dalam penyampaian.
Contoh :
وَإذَا رَأَيتَ الذِيْنَ يَخُوْضُوْنَ
فِيْ آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ
Dan
ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-An’am : 68)
2.
Ijaz
Adalah
: Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang kurang, serta
ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.
Contoh :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Sesungguhnya
Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
قِفَا نَبْكِ مِنْ ذِكْرَى حَبِيْبٍ
وَمَنْزِلِ
"Sungguh
Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"
Apabila
tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti
ucapan Penyair :
وَالعَيْشُ خَيْرٌ فِيْ ظِلاَ لِ النُّوْكِ مِمَّنْ عَاشَ كَدَّا
"Kehidupan
didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan
susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
أنّ العَيْشَ الرغدَ فِيْ ظِلاَلِ
النُّوْكِ خَيْرٌ مِنَ العَيْثِ الشاق فِيْ ضِلاَلِ العَقْلِ
"Kehidupan yang Sejahtera
didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada kehidupan susah dalam
naungan akal "
Bait diatas dikatakan tidak mencapai
tujuan yang dikehendaki, karena Kata (الرغد) "Sejahtera" pada Bagian pertama
bait dan kata (فِيْ ضِلاَلِ العَقْلِ) "dalam
naungan Akal" pada bagian kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.
3.
Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang
dikehendaki dengan suatu ungkapan yang panjang, serta adanya faidah.
Contoh :
رَبِّ إِنِّي وَهَنَ العَظْمُ مِنِّيْ
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا
Wahai
Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku, dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila
dalam penambahan kalimat tersebut, tidak
terdapat faidah, serta Ziyadah itu tidak menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka
dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti
ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir sambil
mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
وَقَدَّدَتْ الأدِيْمَ لِرَاهِيْشِهِ وَألفَى قَوْلَهَا كَذِبًا وَمَيْنًا
Dan
Dia (Zaba') telah memotong kulit pada
urat nadinya (Judzaimah), dan Dia (Judzaimah) mendapatkan Ucapannya (zaba') itu Dusta dan Bohong
lafadz
كَذِبًا dan َمَيْنًا memiliki arti yang sama, maka menggunakan
salahsatunya sudah cukup. dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya sudah sah dengan menggunakan
salah satunya . maka adanya penambahan lafadz tersebut dikatakan sebagai Tathwil
yang tanpa faidah.
Apabila
dalam penambahan kalimat tersebut, tidak
terdapat faidah, tetapi Ziyadah itu menjadi ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma
yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
وَأَعْلَمُ عِلْمَ اليَوْمِ وَالأمْسِ
قَبْلَهُ وَلَكِنَّنِيْ عَنْ عِلْمِ مَا
فِيْ غَدٍ عَمِيْ
Dan
Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini,
dan
Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"
lafadz
قَبْلَهُ menunjukkan
arti yang sama dengan =الأمْسِ
( kemarin), dan
tambahan itu nyata sebagai tambahan karena tidak sah mengathofkannya pada
lafadz اليَوْمِ
.
Faktor penyebab adanya Ijaz adalah :
1.
Mempermudah
hafalan.
2.
Mempercepat
pemahaman.
3.
Terbatasnya
tempat.
4.
Menyamarkan
5.
merasa bosan
mengucapkan.
Faktor penyebab Ithnab adalah :
1.
Memantapkan
tujuan atau makna.
2.
Menjelaskan
perkara yang dikehendaki.
3.
Menguatkan.
4.
Menolak salah
persepsi.
KLASIFIKASI
IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot
yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan ini merupakan Sasaran Ahli
Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan kemampuan mereka menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
وَلَكُمْ فِيْ القِصَاصِ حيَاةٌ
"Dan
bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-Baqoroh :179).
dan adakalanya membuang satu kalimat
atau satu jumlah atau lebih serta adanya qorinah yang menunjukkan lafadz yang
terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.
Contoh membuang satu kalimah la (لاَ):
فَقُلْتُ يَمِيْنَ اللهِ أَبْرَحُ قَاعِدًا وَلَوْ قَطَّعُوْ رَأْسِيْ لَدَيْكِ
وَأَوْصَالِيْ
Maka
saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa duduk, walaupun mereka
memotong-motong kepalaku dan sendi-sendiku dihadapanmu"
Contoh membuang satu Jumlah :
وَإِنْ يُكَذِّبُوْكَ فَقَدْ كُذِّبَتْ
رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ أي فتأسّ واصبر
Dan
ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para Rosul sebelum kamu juga
didustakan (Maka ta'atlah dan sabarlah)"
Contoh membuang lebih dari satu jumlah.
فَأَرْسِلُوْنِ . يُوْسُفُ أيُّهَا
الصِّدِّيقُ"
Maka
Utuslah aku (kepadanya). Yusuf, hai orang yang amat dipercaya" (S. Yusuf :
45 – 46)
Pada ayat tersebut membuang Jumlah :
أرْسِلُوْنِيْ إلَى يُوْسُفَ
لأسْتَعْبِرَهُ الرُّؤْيَا فَفَعَلُوْا فَأتَاهُ وَقَالَ لَهُ يُوْسُفُ
Utuslah
aku kepada Yusuf, supaya aku meminta ta’bir mimpi itu. Lalu mereka
mengerjakannya, lalu pelayan itu mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”
KLASIFIKASI
ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1.
Menyebutkan
Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :
إجْتَهِدُوْا فِيْ دُرُوْسِكُمْ
وَاللُّغَةِ العَرَبِيَّةِ.
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran
kalian dan bahasa arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas
keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena keutamaannya ia seperti jenis
yang berbeda pada lafadz sebelumnya.
2.
Menyebutkan
lafadz Umum setelah lafadz khusus.
Contoh :
رَبِّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ
وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُوْمِنًا وَلِلْمُوْمِنِيْنَ وَالمُوْمِنَاتِ
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua
orang tuaku, orang yang masuk rumahku dengan beriman, dan orang-orang mukmin
laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)
3.
Menjelaskan
setelah menyamarkan.
Contoh :
أ. أَمَدَّكُمْ بِمَا
تَعْمَلُوْنَ أَمَدّكُمْ بِأَنْعَامٍ وَبَنِيْنَ
Beliau
(Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau
(Allah) telah membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki.
(Surat Asy-Syuaro’ : 132).
4.
Mengulangi
lafadz karena adanya tujuan, seperti panjangnya pemisah.
Contoh Ucapan Penyair :
وَ إِنَّ امْرَأً دَامَتْ مَوَاثِقُ عَهْدِهِ عَلَى مِثْلِ هَذَا إِنَّهُ لَكَرِيْمٌ
Sesungguhnya
seseorang yang jaminan perjanjiannya itu tetap seperti ini, maka sesungguhnya
ia orang yang mulia”
Pada
bait tersebut lafadz إِنَّ
diulang diawal dan diakhir bait, supaya kalam tidak
kelihatan terputus.
5.
I'tirodh (yaitu
: Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu jumlah atau antara dua jumlah
yang masih berkaitan ma’na, dikarenakan
adanya sebuah tujuan).
Contoh Ucapan Penyair (A’uf bin
Mahlam Asy-Syaibany yang mengadukan kelemahannya):
إِنَّ الثَّمَانِيْنَ وَبُلِّغْتَهَا
قَدْ أَحْوَجَتْ سَمْعِيْ إِلَى
تُرْجُمَانِ
Sesungguhnya
80 tahun usiaku, dan engkau telah berusia segitu pendengaranku
membutuhkan orang yang menjelaskan”.
Lafadz وَبُلِّغْتَهَا dikatakan
Jumlah I’tirodhiyyah.
6.
Tadzyil (Mengiringi
suatu jumlah dengan jumlah yang lain yang mengandung pada ma’nanya dengan
tujuan menguatkannya.
Tadzyil
itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena berbedanya makna dan tidak
membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
قُلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ ،
إنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
Katakanlah
(Hai Muhammad) telah datang perkara hak (Islam), dan telah hancur perkara
bathil (kekufuran), dan sesungguhnya kebathilan itu pasti akan binasa (S.
An-Nahl : 57).
adakalanya
tidak berlaku seperti periahasa, karena membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوْا
وَهَلْ نُجَازِيْ إلاَّ الكَفُوْرَ
Itu
(banjir bandang) kami balas mereka atas sesuatu yang telah mereka kufuri. Dan
kami tidak membalas (siksa) kecuali pada kekufuran.
(Surat
As-Saba’ : 17)
7.
Ihtiros yaitu
: mendatangkan pada kalam yang memberi persepsi berbeda dari tujuan, dengan
kalam lain yang menolak keslah pahaman itu.
Contoh Ucapan Penyair (Torfah bin
Abd) :
فَسَقَى دِيَارَكَ غَيْرَ مُفْسِدِهَا صَوْبُ الرَّبِيْعِ وَدِيْمَةٌ تَهْمِيْ
Hujan
pada musim semi menyirami rumahmu tanpa merusakkan dan Hujan terus menerus itu
membanjiri.
Jika tidak disebutkan lafadz غَيْرَ مُفْسِدِهَا
maka secara muthlaq akan dipahami lebih umum atau mendo’akan kejelekan dengan
robohnya rumah, lalu didatangkanlah lafadz tersebut untuk menolak pehaman yang
salah.
ILMU BAYAN
Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang
membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz, dan kinayah
(konotasi).
TASYBIH
Adalah
: Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu sifat dengan
menggunakan alat penyerupaan, karena
adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang
diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan perkara yang kedua (Kata
yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah bih, Sifat
disebut Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa
huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
العِلمُ كَالنورِ فِيْ الهِدَايَةِ= "Ilmu
itu seperti Cahaya dalam memberi petunjuk"
العلمُ
= Musyabbah النورِ = Musyabbah Bih,
فِيْ الهِدَايَةِ = Wajah Syabah كاف = Adat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu
berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu :
- Rukun tasybih.
- Pembagian tasybih.
- Tujuan dari Tasybih.
Pembahasan pertama
RUKUN
TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1.
Musyabbah
(Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)
2.
Musyabbah bih
(Lafadz yang digunakan untuk
menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3.
Wajah syabah
(Sisi Persamaan).
4.
Adat Tasybih.
Keterangan :
Wajah Syabah
adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara Musyabbah dan
Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan sifat yang terdapat
dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih
adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz كَاف (Seperti), كأنّ
(Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
Lafadz كاف
terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan كأنّ
, yang menyandingi musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :
كَأَنَّ الثرَايَا رَاحَةٌ تَشْبُرُ الدُّجَا لِتَنْظُرَ طَالَ اللَّيْلُ أَمْ قَدْ
تَعَرَّضَا
Seolah-olah
bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam yang mengira-ngirakan
gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu masih lama atau sudah
tampak.
Lafadz كأنّ itu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim Jamid,
Contoh :
كَأنّ خَالِدًا أَسَدٌ = Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika
khobarnya berupa Lafadz Musytaq. contoh :
كَأنكَ فَاهِمٌ = Seolah-olah
kamu itu faham.
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti
Tasybih, seperti Firman Allah pada surat Ad-Dahr : 19
وَإذَا رَأيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ
لُؤْلُؤًا مَنْثُوْرًا
dan
Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira
mereka Mutiara yang tersebar.
dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah
Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih Baligh, Contoh pada Firman
Allah surat An-Naba’ : 10
وَجَعَلْنَا
اللّيْلَ لِبَاسًا أي كاللباس في الستر
"Dan Kami (Allah) telah menjadikan
malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam menutupi)"
PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN
TASYBIH
Dengan memandang pengambilan Wajah
Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua macam yaitu : Tasybih Tamtsil dan
Ghoiru Tamtsil.
A.
Tasybih
Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah
syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang
Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj Tsur) dengan Sedompol buah
Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya : sama dalam keadaannya yang tampak ketika
berkumpulnya benda putih yang bundar, yang kecil ukurannya).
B.
Tasybih
Ghoiru Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah
syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham
( dengan wajah syabahnya : sama dalam bentuk bundarnya)
dan Dengan memandang wujud dan tidaknya
Wajah Syabah, tasybih terbagi
menjadi dua yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.
A.
Tasybih
Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah
syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
وَثَغْرُهُ فِيْ صَفَاءٍ وَأَدْمُعِيْ كَاللألِيْ
"
Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam
hal sama jernihnya"
Kata "Gigi seri" dan "Air mata"
diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan : "Sama-sama
jernihnya"
B.
Tasybih
Mujmal
Adalah : Tasybih yang wajah
syabahnya tidak disebutkan.
Seperti :
النحوُ فِيْ
الكَلاَمِ كَالمِلْحِ فِيْ الطَّعَامِ
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti
Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam"
diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi persamaan : "Sama-sama
merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan kesempurnaan".
Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih
terbagi menjadi dua yaitu Mua'kkad dan Mursal.
A.
Tasybih
Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
هُوَ بَحْرٌ فِيْ الجودِ =
Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.
B.
Tasybih
Mursal
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti
:
هُوَ كَالبَحْرِ كَرَمًا =
Dia itu bagai Lautan dalam kedermawanannya.
dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang Musyabbah bihnya disandarkan
(Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :
وَالرِّيْحُ تَبْعَثُ بِالغُصُوْنِ وَقَدْ
جَرَى ذَهَبُ الأَصِيْلُ عَلَى لُجَيْنِ
المَاءِ ِ
Angin
itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak
emasnya waktu sore pada peraknya air.
ذَهَبُ الأَصِيْلُ =
Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan wajah syabah : sama warna
kuningnya.
لُجَيْنِ المَاءِ ِ =
Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah : sama dalam jernihnya.
PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN
TASYBIH
Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :
1.
Menjelaskan
kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-Mutanabby :
فإنْ تَفُقِ الأنَامَ وَأنْتَ مِنْهُمْ فَإنّ المِسْكَ بَعْضُ دَمِ الغَزَالِ
Ketika
kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,
padahal
kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu sebagian dari darah Kijang
Ketika
Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab adanya
beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda, lalu
penyair membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak misik yang
asalnya darah kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya musyabbah
tersebut karena merupakan hal yang langka.
Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari
jenis asalnya.
2.
Menjelaskan
keadaan Musyabbah. Contoh :
كَأنك شَمْسٌ وَالمُلُوْكُ كَوَاكِبُ إذَا طَلَعَتْ لَمْ يَبْدُ مِنْهُنَّ
كَوْكَبُ
Seolah-olah
Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah bintangnya, Ketika Matahari telah
muncul, maka satu bintangpun tiada terlihat.
Penyair
menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena menjelaskan keadaan mukhotob
yang terlihat. Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadaanya terlihat.
dan
menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang tidak
terlihat saat berada disisi Mukhotob.
Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika
berada disisinya.
3.
Menjelaskan
Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :
فِيْهَا اثْنَتَانِ
وَأَرْبَعُوْنَ حَلُوْبَةً سُوْدًا كَخَافِيَةِ
الغُرَابِ الأسْحَمِ
Dalam
Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,
Ia
bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.
Penyair
menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar
keadaan musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna
hitam.
4.
Menetapkan
Keadaan Musyabbah. Contoh :
إن القُلُوبَ إذَا تَنَافَرَ
وُدُّهَا مِثلُ الزُّجَاجَةِ كَسْرُهَا
لا َيُجْبَرُ
Sesungguhnya
Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,
Maka
bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.
Penyair
menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan sebab sulitnya rasa cinta
itu kembali seperti semula.
Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali
pada keadaan semula.
5.
Menghiasi
Musyabbah. Contoh :
سَودَاءُ واضِحَةُ الجَبِيْـ
ـنِ كَمُقْلَةِ الظَّبْيِ الغَرِيْرِ
Wanita
yang hitam yang terlihat dahinya,
bagai
biji mata biawak yang indah.
Penyair
menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan memujinya, sebab warna biji mata merupakan keindahan.
Wajah
syabahnya adalah : Sama-sama memiliki
keindahan.
6.
Menghina
Musyabbah. Contoh :
وإذا أشَارَ مُحَدِّثا فَكَأنهُ
قِرْدٌ يُقَهْقِهُ أَوْ عَجُوْزٌ تَلْطِمُ
Ketika
Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera yang
tertawa
terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar pipinya.
Wajah
Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki
perbuatan jelek.
Dan terkadang tujuan itu kembali
pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan Musyabbah bih di balik, contoh :
وَبَدَا الصَّبَاحُ كَأنّ غُرَّتَهُ
وَجْهُ الخَلِيْفَةِ حِيْنَ يُمْتَدَحُ
Dan
telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah
(Al-Makmun bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.
Wajah Syabahnya
adalah : Sama-sama terangnya.
Asalnya dari Lafadz غُرَّتَهُ
sebagai Musyabbah bih dan lafadz وَجْهُ
الخَلِيْفَةِ sebagai Musyabbah , karena secara asal
Cahaya Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah Kholifah, lalu dibalik
seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada cahaya waktu pagi.
Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.
MAJAZ
Majaz
adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena adanya
keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti aslinya.
Seperti :
Lafadz الدُّرَرِ diartikan sebagai : "Beberapa kalimah
Fashihah" dalam ucapanmu :
فُلانٌ يَتَكَلَّمُ بِالدُّرَرِ = Dia
sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti
aslinya adalah Beberapa Mutiara, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa
kalimah Fashihah" sebab diantara arti keduanya masih ada kaitan dalam hal
keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya
adalah Qorinah Lafadziyah : يَتَكَلَّمُ (Berbicara).
dan Lafadz أصابعُ diartikan sebagai : "Beberapa ujung
jari" dalam Firman Allah SWT :
يَجْعَلُوْنَ أصَابعَهُمْ فِيْ آذانِهِمْ =
Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain
arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa Jari tangan, lalu dirubah
menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara arti
keduanya masih ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari. Kemudian
Kull (keseluruhan jari) digunakan untuk arti Juz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam
mengartikan makna aslinya adalah tidak memungkinkannya memasukkan keseluruhan
jari pada telinga.
Dalam
Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada keserupaan,
seperti pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika tidak
ada keserupaan, seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.
Majaz Isti'aroh
Adalah : Majaz yang keterkaitan
makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu ada keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :
كِتَابٌ أنْزَلْنَاهُ إلَيْكَ لِتخْرِجَ
النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ
"Ini adalah Kitab yang telah
Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan
(Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah) .(
S. Ibrahim : 1)
Arti Asli Lafadz الظُّلُمَاتِdan النُّوْرِ
adalah Gelap dan Terang.
Arti Majaz Lafadz الظُّلُمَاتِdan النُّوْرِ
adalah الضلال
(Kesesatan) dan الهُدَى
(petunjuk ).
Lafadz الظُّلُمَاتِdan النُّوْرِ
pada ayat tersebut digunakan pada
selain arti aslinya (makna Majaz).
dan kaitan antara makna keduanya adalah
adanya keserupaan antara "Arti
Kesesatan dan kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui
sesuatu", atau "Hidayah dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama
mengetahui sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya
adalah Lafadz : كِتَابٌ
أنْزَلْنَاهُ إلَيْكَ لِتخْرِجَ النَّاسَ .
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz الظلمات adalah : Lafadz الضلالة diserupakan
dengan lafadz الظلمات
dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk
pada keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz النور adalah : Lafadz الهدَى diserupakan dengan lafadz النور
dengan wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.
Asal dari majaz isti'aroh adalah :
Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah atau Musyabbah bih, wajah
syabahnya, dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah,
dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.
Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :
Musta'ar lah (Musyabbah) adalah :
Lafadz الضلال dan الهدى
.
Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz
الظلام dan النور .
sedangkan lafadz الظلمات dan النور disebut : Musta'ar (Lafadz yang digunakan
untuk Majaz Isti'aroh).
Pembagian
Majaz Isti'aroh
Majaz Isti'aroh dengan memandang penyebutan
Musyabbah atau Musyabbah bih, terbagi menjadi dua macam yaitu :
a.
Isti'aroh
Musorrohah.
Adalah
: Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz Musyabbah bih saja. Seperti Ucapan Penyair :
فأمطَرَتْ لُؤْلُؤًا مِنْ نَرْجِسٍ وَسَقَتْ وَرْدًا وَعَضَّتْ عَلَى العُنَّابِ
بِالبَرَدْ
Dia
(Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga narsis, dan membasahi bunga
mawar, dan menggigit buah anggur dgn Hujan es.
Maksudnya
adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara dari
matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan
menggigit ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.
Penyair menggunakan majaz isti'aroh
pada Kata-kata tersebut :
Musyabbah
|
Musyabbah
Bih
|
Wajah
Syabah
|
|||
Air
Mata
|
الدموع
|
Mutiara
|
اللؤلؤ
|
sama
jernihnya
|
في الصفاء
|
Mata
|
العيون
|
Bunga
Narsis
|
النرجس
|
sama
terkumpulnya warna hitam dan putih
|
في أجتماع السواد
والبياض
|
Pipi
|
الخدود
|
Bunga
Mawar
|
الورد
|
sama
merahnya
|
في الحمرة
|
Ujung
jari
|
الأنامل
|
Buah
Anggur
|
العناب
|
sama
bentuknya
|
في الشكل
|
Gigi
|
الأسنان
|
Hujan
Es
|
البرد
|
sama
putih bersihnya
|
في بياض كل مع
النصاعة
|
Majaz
diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz Isti'aroh
Musorrohah.
b.
Isti'aroh
Makniyyah.
Adalah
: Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan
ditunjukkan dengan sesuatu dari perkara Lazimnya (Perkara yang menetapinya).
Seperti Firman Allah :
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذلِّ مِنَ
الرَّحْمَة
Dan
Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu dengan kasih sayang. (Surat
Al-Isro’ : 24)
Allah
membuat majaz isti'aroh Lafadz الطائر (Burung)
untuk lafadz الذلِّ (tunduk)
kemudian membuang Lafadz الطائر (Burung)
dan menunjukkan lafadz yang dibuang dengan sesuatu lazimnya yaitu Lafadz :
الجناح
(Sayap).
Ijro'nya
adalah :
Kata
"الذل
: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " الطائر
: Burung" (Sebagai Musyabah bih), kemudian
menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (Burung) untuk arti lafadz Musyabbah (الذل). lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata
"Burung" yang terbuang ditunjukkan dengan sesuatu yang
menetap padanya yaitu Sayap, dengan cara isti’aroh makniyyah.
Adapun
Penetapan lafadz الجناح pada lafadz الذلِّ. , ini oleh Ulama'
Ahli Balaghoh Salaf dan Al-Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.
Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah
satu khutbahnya :
إنِّيْ لأَرَى رُؤُوسًا قَدْ أَيْنَعَتْ
Sesungguhnya
aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)
yang
sudah matang.
Ijro'nya
adalah :
Kata
"رؤوسا:
kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata "ثمرات : buah" (Sebagai Musyabah
bih), asalnya :
إنِّيْ لأَرَى
رُؤُوسًا كالثّمراتِ قَدْ أَيْنَعَتْ
kemudian
menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz Musyabbah
(رُؤُوسًا). lalu kata الثّمراتِ itu dibuang, dan ditunjukkan dengan
sesuatu yang menetap padanya yaitu matang, dengan cara isti’aroh
makniyyah.
Majaz Isti'aroh dengan memandang
lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-Musta’ar) , terbagi menjadi 2
macam yaitu :
1.
Isti'aroh
Ashliyyah
Adalah
Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim a'in
(dzat) atau Isim ma'na.
Contoh
Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz الظلام untuk arti الضلال
(kesesatan) dan Lafadz النور untuk arti الهدى (petunjuk).
Contoh
Isim ma'na :
هَذَا قَتلٌ = Ini adalah pukulan keras.
Ijro'nya
: Lafadz قَتلٌ
diserupakan dengan ضَرْبٌ شَدِيْدٌ (pukulan
keras) dengan wajah syabah : sama-sama
sangat menyakitkan.
Kemudian
arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan untuk Lafadz قَتلٌ
, karena lafadz قَتلٌ
merupakan isim Jamid untuk suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.
2.
Isti'aroh
Taba'iyyah
Adalah
Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf dan Isim yang Mustaq.
Contoh kalimah Fi'il, Seperti :
رَكِبَ فُلانٌ
كَتِفَيْ غَرِيْمِهِ =
Fulan menaiki dua Pundak orang yang dihutangi.
Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan
tanggungan kepada orang yang dihutangi.
Dikatakan sebagai isti’aroh
taba’iyyah karena Must’arnya berupa fi’il madhi yaitu : رَكِبَ.
Ijro'nya
:
Menurut
Madzhab Salaf : Lafadz اللزوم (Penetapan)
diserupakan dengan الركوب
(naik) dengan
wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian
Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah اللزوم (pemaksaan)
lalu dari masdar الركوب yang bermakna اللزوم dimustaqkan menjadi kalimah
fi’il رَكِبَ bermakna لزم.
Menurut
Madzhab Al-Ishom: Lafadz اللزوم (Penetapan)
diserupakan dengan الركوب
(naik) dengan
wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian
Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti Musyabbah اللزوم (pemaksaan)
lalu diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut yang berarti peristiwa
muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi kalimah fi’il yang dibatasi dengan
zaman lampau, lalu lafadz رَكِبَ
digunakan dengan makna لزم.
Contoh Kalimah Huruf pada Firman
Allah dalam Surat Al-Baqoroh : 5 =
أولَئك عَلَى هُدًى
مِنْ رَبِّهِمْ =
Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu tetap atas hidayah dari Tuhan mereka.
Maksudnya : Mereka itu menetapi dari
mendapatkan hidayah yang sempurna.
Lafadz
على berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya
: Muthlaqnya Hubungan antara Orang yang mendapat petunjuk dan Sebuah
petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya
hubungan antara Lafadz عَلَى yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang
diIsti'lai dengan wajah syabah : sama-sama adanya ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan
dari arti keseluruhan (Kull) untuk arti sebagian(Juz) karena عَلَى
memiliki arti yang banyak. Kemudian Lafadz على
dari juz Musyabbah bih digunakan untuk arti juz Musyabbah.
Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan
Penyair :
وَلَئِنْ نَطَقْتُ بِشُكْرِ بِرِّكَ
مُفْصِحًا فَلِسَانُ حَالِيْ بِالشِّكَايَةِ
أَنْطَقُ
Jika
aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri kebaikanmu, maka Lisan
keadaanku lebih mengucapkan (menunjukkan) dengan keluhan.
Maksudnya :
Ijro'nya
: Lafadz الدلالة الواضحة
(petunjuk yang jelas) diserupakan dengan lafadz النطق (Ucapan) dengan wajah syabah :
sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima dalam hati. lalu lafadz النطق (Ucapan) digunakan untuk arti Lafadz الدلالة الواضحة
(petunjuk yang jelas). Lalu dari masdar النطق yang
bermakna الدلالة الواضحة itu dimustaqkan menjadi isim tafdhil yang
berupa : أَنْطَقُ bermakna أدلّ.
Majaz Isti'aroh dengan memandang
lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih, terbagi menjadi 3 macam
1.
Isti'aroh
Murosyahah.
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim
(lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah bih.
Contoh
: أولَئِكَ الذِيْنَ اشْتَرَوُا
الضَّلاَلَةَ بِالهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ
Dan
Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka perdagangan
mereka tidak akan mendapat keuntungan
(surat Al-baqoroh : 16).
Lafadz الإشتراء
digunakan untuk arti الإستبدال (mengganti)
Ijro'nya
: Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara Bathil (kesesatan)
dan lebih memilih kesesatan, itu diserupakan dengan Lafadz الإشتراء yaitu membeli /mengganti harta dengan harta
lain. dengan wajah syabah : meninggalkan perkara yang dibenci (tidak
dibutuhkan) dan mengganti perkara yang disenangi.
Lalu
Lafadz الإشتراء digunakan untuk arti musyyabah (Mengganti
perkara). Qorinahnya adalah mustahilnnya diartikan membeli kesesatan dengan
petunjuk.
Dan menyebutkan lafadz الربح (keuntungan)
dan lafadz التجارة
(berdagang) yang merupakan lafadz yang
menyesuaikan dengan kata الإشتراء (membeli)
disebut sebagai Tarsyih .
2.
Isti'aroh
Mujarodah.
Adalah
: Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan Musyabbah.
Contoh
: فَأذَاقَها اللهُ
لِبَاسَ الجُوْعِ والخَوْفِ
"maka
Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S.
An-Nahl :112)
Lafadz
اللباس
digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari
bahaya.
Ijro'nya : Kata " sesuatu yang
meliputi manusia ketika lapar dan takut dari bahaya" itu
diserupakan dengan kata : "Pakaian"
dengan wajah syabah : sama-sama tercakup dalam sesuatu. Kata
pakaian terdapat pada Orang yang memakai, sedangkan Lapar dan takut terdapat
pada orang yang merasakannya.
Menyebut
Lafadz الإذاقة disebut
Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang dikehendaki adalah : الإصابة (menimpakan).
Lafadz
الإذاقة merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan
Musyabbah yaitu : kelaparan dan pucat.
3.
Isti'aroh
Muthlaqoh.
Adalah
: Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah satu
dari musyabbah atau Musyabbah bih.
Contoh
: يَنْقُضُوْنَ
عَهْدَ اللهِ
"Mereka (orang-orang kafir)
telah membatalkan janji Allah ".
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya
: Kata " (إبطال العهد ) Membatalkan
Janji " itu diserupakan dengan kata : "(فك طاقات الحبل ) merusak
Ikatan tali " dengan wajah
syabah : sama-sama tidak memberi manfaat. Lalu kata yang menunjukkan
Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan tali) yaitu: (النقض
) digunakan untuk
Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.
Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih
dan Tajrid kecuali setelah sempurnanya Majaz isti'aroh dengan
adanya Qorinah.
MAJAZ MURSAL
Majas Mursal
adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.
Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1.
Sababiyah
(Sebab).
Contoh
: عَظُمَتْ يَدُ فُلانٍ عِنْدِيْ
"Tangan Si Fulan besar Disisiku
".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti
Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan penyebab dengan menghendaki arti akibatnya {إطلاق
السبب على أرادة المسبب}
2.
Musabbabiyyah
(akibat)
Contoh
: أَمْطَرَتْ
السَّمَاءُ نَبَاتًا
"Langit
itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan
timbulnya tanaman)
Mengucapkan
kata نَبَاتًا (Tanaman) dengan arti Hujan
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Akibat dengan menghendaki
arti penyebabnya {إطلاق المسبب على أرادة السبب}
3.
Juz'iyyah
(Sebagian)
Contoh
: أرْسَلْتُ العُيُوْنَ
لِتَطَّلِعَ عَلَى أحْوَالِ العَدُوِّ
"Saya
mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"
Mengucapkan
kata العُيُوْنَ (beberapa mata) dengan arti Intel
(mata-mata) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian
dengan menghendaki arti keseluruhan{إطلاق الجزء على أرادة
الكلّ}
Karena Mata merupakan bagian
dari Seseorang.
4.
Kulliyah
(Keseluruhan)
Contoh
: وَيَجْعَلُوْنَ
أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذانِهِمْ
"Mereka menjadikan jari-jari
mereka (ujung jari) pada telinganya "
Mengucapkan
kata الأصابع (Jari tangan) dengan arti الأنامل (Ujung jari) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki artisebgian {إطلاق
الكل على أرادة الجزء}
Karena Ujung jari merupakan
bagian dari Jari.
5.
Memandang
Asalnya (pada masa sebelumnya).
Contoh
: وَآتُوا اليَتَامَى
أموالهُمْ أي البَالِغِيْن
"Dan berikanlah kepada Anak-
anak yatim (Orang Baligh) atas beberapa hartanya"
Mengucapkan kata اليتامى (Anak-anak yatim) dengan arti البالغين (Orang Baligh) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan Sifat sebelumnya dengan menghendaki arti Sifat yang
sedang terjadi {إطلاق إطلاق ما كان على أرادة ما يكون}
6.
Memandang
sesuatu yang akan terjadi.
Contoh
: إنِّيْ أرانِيْ
أعصر خمرا أي عِنبًا
"Saya meyakini bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."
Mengucapkan
kata خمر (arak) dengan arti عنب
(Anggur) dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan bentuk
yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk sebelumnya
{إطلاق ما يكون على أرادة ما
كان}
7.
Mahalliyah
(tempat)
Contoh
: قَرَّرَ المَجْلِسُ
ذالك أي أهْلُهُ
"Majlis
(Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"
Mengucapkan
kata المجلس (Majlis) dengan arti اهل المجلس (Ahli Majlis) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang yang menempati
{إطلاق المكان على أرادة الحالّ
فيه}
8.
Perkara yang
menempati / Keadaan (Halliyah).
Contoh
: فَفِي رَحْمَةِ
اللهِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْن أي جنته
"Dan dalam Rohmat Allah
(Syurga-Nya), mereka kekal didalamnya"
Mengucapkan kata رَحْمَةِ اللهِ (Rohmat Allah) dengan arti جنته (Surga Allah) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan Perkara yang menempati dengan menghendaki arti
Tempat.
{إطلاق الحالّ على أرادة المحلّ}
MAJAZ MUROKKAB
Majaz
Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan
bukan pada arti aslinya, dengan disebabkan adanya hubungan makna dengan tidak
adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan
sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair :
Contoh : هَوَايَا مَعَ
الرَّكْبِ اليَمَانِيْنَ مُصْعِدُ
جَنِيْبٌ وَجُثْمَانِيْ بِمَكَّةَ مُوْثَقُ
"Kekasihku beserta Rombongan Orang
yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu terikat ".
Tujuan pada bait ini bukanlah
menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan kesengsaraan.
Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:
رَبِّ إنِّيْ لاَ
أسْتَطِيْعُ اصْتِبَارًا فَاعْفُ
عَنِّيْ يَا مَنْ يَقِيْلُ العَثَارَ
"Wahai
Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka ampunilah aku wahai Dzat yang
mengampuni kesalahan".
Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :
كُتِبَ إسْمِيْ بَيْنَ النَّاجِحِيْنَ
"Namaku
telah tertulis diantara orang-orang sukses".
Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna
jumlah khobar, Contoh Sabda Nabi SAW :
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَعْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka
hendaklah ia menempati tempatnya dari neraka”.
Karena فَلْيَتَبَوَّأْ
yang dkehendaki
adalah lafadz يَتَبَوَّأُ
Apabila Hubungan maknanya ada
keserupaan, maka dikatakan sebagai Majaz Isti'aroh Tamtsiliyyah.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu
terhadap suatu perkara.
Contoh : إِنِّيْ أَرَاكَ
تُقَدِّمُ رِجْلاً وَتـُؤَخِّرُ أُخْرَى
"Saya
melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan mengakhirkan kaki yang lain sekali".
Ijro'nya
: Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan orang
yang berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan
mendahulukan kaki yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang
lain.
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (تُقَدِّمُ رِجْلاً
وَتـُؤَخِّرُ أُخْرَى) untuk arti musyabbah (Keraguan).
MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna
fi'il pada selain Lafadz yang menjadi Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim
secara Dhohir karena adanya hubungan makna.
Seperti ucapan penyair :
أَشَابَ الصَّغِيْرَ وَأَفْنَى الكَبِيْـ ـرَ كَرُّ الغَدَاةِ وَمَرُّ العَشِيِّ
"Berjalannya siang dan malam telah
membuat Anak kecil menjadi tua, dan
Orang tua menjadi mati".
Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati
pada Kata "Berjalannya siang dan malam" merupakan Isnad pada
selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang
menjadikan tua (beruban) dan Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah
Allah SWT.
Dan termasuk Majaz Aqli yaitu
a.
Mengisnadkan Lafadz
Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
Contoh : عِيْشَةٌ رَاضِيَةٌ
"Kehidupan yang diridhoi".
kata " رَاضِيَةٌ" yang merupakan Lafadz mabni ma'lum,
di isnadkan pada Dhomir yang kembali pada lafadz " عِيْشَةٌ"
dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : عِيْشَةٌ رَاضٍ صَاحِبُهَا إيَّهَا
(Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).
b.
Mengisnadkan
Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.
Contoh :
سَيْلٌ مُفْعَمٌ = "Banjir
yang diluapkan".
kata "مُفْعَمٌ"
yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang kembali pada
lafadz "سَيْلٌ"
dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : سَيْلٌ مُفْعِمٌ الوَادِيَ (Banjir yang memenuhi lembah).
c.
Mengisnadkan
kepada Masdhar.
Contoh :
جَدَّ جِدُّهُ = "Kesemangatannya
itu sunguh-sungguh".
kata "جَدَّ " di isnadkan
pada Masdhar (maf'ul Muthlaq ) dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : جَدَّ شَخْصٌ جِدًّا (Orang itu sunguh bersemangat).
d.
Mengisnadkan
kepada Isim Zaman.
Contoh :
نَهَارُهُ صَائِمٌ = "Waktu
siangnya itu berpuasa".
kata "صَائِمٌ " di isnadkan
pada Isim Zaman dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : هُوَ صَائِمٌ
نَهَارَهُ (Dia
berpuasa di siang harinya.)
e.
Mengisnadkan
kepada Isim Makan.
Contoh :
نَهْرٌ جَارٍ = "Sungai
itu mengalir".
kata "جَارٍ
" di isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli
karena Asalnya : مَاءُ النَّهْرِ جَارٍ (Air bengawan itu mengalir.)
f.
Mengisnadkan
kepada Sebab.
Contoh :
بَنَى الأمِيْرُ المَدِيْنَةَ = "Gubernur
itu membangun Kota".
kata " بَنَى " diisnadkan pada Sebab,dikatakan
Majaz Aqli karena Asalnya: بَنَى العُمالُ
بسَببِ أمر الأمِيْرِ المَدِيْنَةَ
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)
Dari keterangan tersebut, Bisa
disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada Lafadz yang digunakan pada selain
arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan adanya mengisnadkan pada
selain ma'mul aslinya.
KINAYAH
Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki
kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan dengan makna yang lain.
Contoh :
طَوِيْلُ النَّجَادِ = "Panjang
Sarung pedangnya"
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
Yang dikehendaki dari lafadz طَوِيْلُ النَّجَادِ
adalah bisa diartikan dengan Makna hakiki (Panjang
Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena
tidak adanya Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki, berbeda
dengan Majaz. karena pada Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna asli beserta
Makna majaz, karena tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja dengan
adanya Qorinah yang mencegah mengartikan pada makna Asli.
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.
Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan
sebagai kinayah) terbagi menjadi 3 macam :
1.
Kinayah yang Makni
alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :
Seperti Ucapan Khonsya' (memuji
saudaranya yang bernama Sokhr):
طَوِيْلُ النَّجَادِ رَفِيْعُ العِمَادِ كَثِيْرُ الرَّمَادِ إذَا مَا شَتَى
"Dia(Saudara
Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya, Luhur tiangnya, Banyak debunya
ketika Ia bersedekah"
Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur
tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan
sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai :
"Seorang Tuan (Sayyid)"
dari
keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai :
"Dermawan"
Kata
ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak
debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya,
banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang
memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya
(Dermawan).
2.
Kinayah yang
Makni alaihnya berupa Nisbat.
Contoh :
المَجْدُ بَيْنَ
ثَوْبَيْهِ والكَرَمُ تَحْتَ رِدَائِهِ
"Kemulyaan
itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu dibawah selendangnya"
Pada
contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan
kinayah dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak
telepas dari Orang yang disifati, dan
tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang memiliki dua pakaian dan
selendang itu.
Maka
dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan dan
kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan
selendang pada Pemiliknya.
3.
Kinayah yang
Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.
Contoh : Seperti Ucapan Penyair :
الضَّارِبِيْنَ بِكُلِّ اَبْيَضَ مُخْدِمٌ وَالطَّاعِنِيْنَ مَجَامِعَ الأَضْغَانِ
"(Saya memuji)
Orang-orang yang memukul dengan setiap pedang putih mengkilat yangTajam , dan
Orang-orang yang menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat kumpulnya sifat kebencian".
Penyair
membuat kinayah dengan kata " Tempat berkumpulnya sifat kebencian" yang berarti Hati.
Seolah-olah ia mengatakan :
"dan Orang-orang yang menusuk hati lawan" karena menghilangkan nyawa
dengan cepat.
Kata
" Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.
Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli
dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Banyak, maka Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti
Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya
berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti
Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu
Penghubungnya Sedikit dan Masih samar, maka Disebut Ar-Romzu.
Contoh :
هُو سَمِيْنٌ رِخْوٌ = "Dia
itu orang yang gendut yang Lembek"
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya
yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar Tengkuknya (Jithok: Jawa), dan Lebar
tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna
Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau memang tidak ada dan Jelas, maka Disebut
Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
أوَ مَا رَأَيْتَ المَجْدَ أَلْقَى رَحْلَهُ فِيْ آلِ طَلْحَةَ ثُمَّ لَمْ يَـتحَوَّلِ
"Apakah
Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga Tholhah,
lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"
Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah
tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan satu penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan
ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan makna majazi, dengan
menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang mulia yang memiliki
tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki” dengan wajah syabah
sama –sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan
untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah dan ditunjukkan sesuatu kelazimannya
yaitu menempati rumah, dengan menjadikan majaz Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah :
Kemulyaan yang diserupakan dengan seseorang yang memiliki rumah merupakan sifat
yang sudah pasti adanya orang yang disifati dan tempat, dan perantara inilah
dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
عَرِيْضُ القَفَا =
"Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
Kinayah untuk arti Bodoh, karena
lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti bodoh menurut adat.
Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada runtutan kalam
(siyaqul Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada
satu sisi makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada
Manusia.
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ يَنْفَعُهُمْ
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang
yang memberikan kemanfaatan Terhadap Mereka."
ILMU BADI'
Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode
memperindah kalam yang sesuai dengan tuntutan keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat
indahnya makna disebut dengan : Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz
disebut dengan : Muhassinat Al-Lafdziyah.
Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
1.
Tauriyyah;
yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat yang
langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh,
sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih
samar.
Seperti pada Firman Allah :
وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفَّاكُمْ
بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ
"Dan Allah
Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan mengetahui dosa
yang kalian kerjakan di siang hari ."
(S. Al-An’am :60)
Dengan
menghendaki pada Lafadz جَرَحْتُمْ
dengan makna jauhnya adalah : mengerjakan dosa.
dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak dikehendaki,
karena adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi : ثُمَّ يُنَبِّئُكمْ
بما كنتم تعلمون.
Dan seperti ucapan Penyair :
يَا سَيِّدًا حَازَ لُطْفًا لَهُ البَرَايَا عَبِيْدُ
أَنْتَ الحُسَيْنُ وَلَكِنْ جَفَاكَ فِيْنَا يَزِيْدُ
Wahai
Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya. Engkau
adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada kami
bertambah"
Arti
qorib lafadz يَزِيْدُ
adalah : Nama orang,(yazid
bin Muawiyah bin Abu sufyan) karena dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan
bahwa Yazid sebagai Nama, tetapi Makna ini tidak dikehendaki.
Arti
Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz يَزِيْدُ
adalah : Fi'il Mudhori' dari lafadz " زَادَ " yang
bermakna : “bertambah”
2.
At-Thibaq;
ialah Mengumpulkan antara dua arti yang berlawanan.
At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab
dan At-Thibaq salby.
At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz
yang berlawanan yang tidak berbeda dalam hal ijab dan salab.
Contoh pada Firman Allah:
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ
رُقُوْدٌ
Dan engkau menyangka bahwa mereka
itu terjaga, padahal mereka itu tidur.(Surat Al-Kahfi : 18)
Lafadz
رُقُوْدٌ
(tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena يقْظَة
(terjaga) itu mengetahui dengan panca indra, sedangkan
tidur sebaliknya. dan diantara keduanya saling
berlawanan.
At-Thibaq
Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang berbeda dalam hal ijab dan
salab, seperti mengumpulkan dua kalimah fi’il dari satu masdhar, lafadz yang
satu dibuat musbat (tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan
nafi).
Contoh pada Foirman Allah :
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ،
يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِنَ الحَيَاةِ الدُّنْيَا
Tetapi
kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu yang disediakan bagi mereka
diakhirot), mereka mengetahui perkara yang jelas dari kehidupan dunia.(Surat
Ar-Rum : 6-7)
Mengumpulkan
Lafadz يَعْلَمُوْنَ (mengetahui) dan Lafadz لا يَعْلَمُوْنَ
(tidak mengetahui) dikatakan Tibaqul Salbi, karena lafadz لا يَعْلَمُوْنَ
(tidak mengetahui) itu manfi, sedangkan Lafadz يَعْلَمُوْنَ (mengetahui) itu
mutsbat.
3.
Muqobalah;
yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan dengan kata
yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
فَلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلاً وَليَبْكُوْا
كَثِيْرًا
Maka sebaiknya mereka sebaiknya
tertawa dengan sedikit dan menangis dengan banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada
ayat tersebut, Lafadz الضحك
(tertawa) berlawanan dengan kata البكاء
(menangis) dan Lafadz القليل (sedikit) berlawanan dengan kata الكثير
(banyak).
4.
Menjaga
Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz
yang sesuai dengannya bukan kata yang berlawanan.
Contoh :
وَالطّلُّ فِيْ سِلْكِ الغُصُوْنِ كَلُؤْلُؤ رَطْبٌ يُصَافِحُهُ النَّسِيْمُ فَيَسْقُطُ
وَالطَّيْرُ يَقْرَأُ وَالغَدِيْرُ
صَحِيْفَةٌ وَالرِّيْحُ تَكْتًبُ وَالغَمَامُ يُنَقِّطُ
hujan
gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh
semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau),
dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin sedang menulis , dan Mendung membuat titik.
Pada Bait pertama terkumpul lafadz النسيم، الغصون، الطلّ
, kesemuanya merupakan lafadz yang saling berhubungan.
Begitu juga Pada Bait kedua
terkumpul lafadz الطير، الغدير،
الريح، الغمام, kesemuanya juga merupakan lafadz yang
saling berhubungan.
dan juga lafadz القراءة، الصحيفة، الكتابة، النقط,
kesemuanya juga merupakan lafadz yang saling berhubungan.
5.
Istikhdam,
yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan dhomirnya dengan
ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang dikehendaki dhomir
kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ
Barang
siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah berpuasa
(pada bulan itu).
Lafadz
الشهر
memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada ayat
tersebut Lafadz الشهر
diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada فَلْيَصُمْهُ itu di
kembalikan pada Lafadz الشهر
yang diartikan dengan makna hakiki (bulan).
Contoh kedua :
فَسَقَى الغَضَا وَالسَّاكِنِيْهِ وَإِنْ
هُمُوْ شَبُّوْهُ بَيْنَ جَوَانِحِيْ
وَضُلُوْعِيْ
Maka
Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat yang
ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang
dadaku (hati) dan tulang punggungku.
Lafadz
الغضا
memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal
(tempat) dan arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz الغضا diartikan
dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir pada الساكنيه itu di
kembalikan pada Lafadz الغضا
yang diartikan dengan makna majaz mursal (tempat) dan dhomir pada شبّوه itu di
kembalikan pada Lafadz الغضا
yang diartikan dengan makna majaz Istia'roh (Api) .
6.
Al-Jam'u;
yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti Ucapan
Penyair :
إِنَّ الشَّبَابَ وَالفَرَاغَ وَالجِدهْ مَفْسَدَةٌ لِلْمَرْءِ أَيَّ مَفْسَدَةْ
Sesungguhnya
sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai kerusakan pada
seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat
tersebut dalam satu hukum.
7.
Tafriq;
yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh pada
ucapan Penyair (wathwath):
مَا نوالُ الغَمَامِ وَقْتَ رَبِيْعٍ كَنَوَالِ الأمِيْرِ يَوْمَ سَخَاءٍ
Tiada
pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada waktu
makmur.
Penyair
membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu merupakan satu
jenis yang sama.
8.
Taqsim;
(mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan
klasifikasi suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma
yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi antara Qois dan Dzibyan :
وَأَعْلَمُ عِلْمَ اليَوْمِ وَالأمْسِ
قَبْلَهُ وَلَكِنَّنِيْ عَنْ عِلْمِ مَا
فِيْ غَدٍ عَمِيْ
“Dan
Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan Tetapi
saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"
Pada syair ini terkandung bahwa ilmu
itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari kemarin dan ilmu hari yang akan
datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang
menyempurnakan pembagiannya.
dan adakalanya menyebutkan dua
perkara atau lebih dan kembali pada masing-masing perkara itu dengan
menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin
Abdul Masih :
وَلاَ يُقِيْمُ عَلَى ضَيْمٍ يُرَادُ بِهِ إِلاَّ الأَذَلاَّنِ عَيْرُ الحَيِّ
وَالوَتَدُ
هَذَا عَلَى الخَسْفِ مَرْبُوْطٌ بِرُمَّتِهِ وَذَا يُشَجُّ فَلاَ يَرْثِيْ لَهُ أَحَدُ
Tidak
akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk yang Hina
yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini
(keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak)
ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.
Penyair
menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan sesuatu yang
berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu pada kata
yang kedua yaitu “ditancapkan”.
dan
adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang sesuai
pada masing-masing perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
سأطْلُبُ حَقِّيْ بِالقَنَا وَمَشَايِخِ كَأَنَّهُمُ مِنْ طُوْلِ مَا إلتَثَمُوا
مُرْدُ
ثِقَالٌ إذَا لَقَوْا خِفَافٌ إِذَا دُعُوْا كَثِيْرٌ إِذَا شَدُّوْا قَلِيْلٌ إذَا
عُدُّوْا
Saya
akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya
memakai cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat
Berat (dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak,
yang banyak ketika menyerang, yang sedikit ketika dihitung.
9.
Mungukuhkan
pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.
Hal ini terbagi menjadi 2 macam :
- Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan cara mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.
Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah
Adz-Dzabiyani:
وَلاَ عَيْبَ فِيْهِمْ غَيْرَ أنَّ
سُيُوفَهُمْ بِهِنَّ فُلُوْلٌ مِنْ
قِرَاعِ الكَتَائِبِ
Tiada cela pada Mereka kecuali
retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.
- Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat pujian lain setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
Seperti Ucapan Penyair :
فَتًى كَمُلَتْ أَوصَافُهُ غَيْرَ أَنَّهُ جَوَادٌ فَمَا يُبْقِيْ عَلَى المَالِ
بَاقِيًا
Dia
itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada menyisakan
sisa dari hartanya.
10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan
yang bukan sebenarnya, yang terdapat perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib
Al-Qozuwaini :
لَوْ لَمْ تَكُنْ نِيَّةُ الجَوْزَاءِ
خِذْمَتَهُ لَمَا رَأيْتَ عَلَيْهَا
عِقْدَ مُنْتَطَقِ
“Seandainya
tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak akan
melihat padanya ikatan yang melingkar”.
11. Kesesuaian ladadz serta ma'na;
yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya, maka dipilihlah lafadz yang Agung
dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk
kebanggaan dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa
kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang
menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
إذا مَا غَضِبْنَا غَضْبَةً مُضَرِّيَةً هَتَكْنَا حِجَابَ الشَّمْسِ أَوْ قَطَرَتْ
دَمًا
إذَا مَا أَعَرْنَا سَيِّدًا مِنْ قَبِيْلَةٍ ذُرَى مِنْبَرٍ صَـلَّى عَلَيْنَا وَسَــلَّمَا
Ketika
kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang matahari
(perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika
kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan kami dan
menyebut (nama kami pada qoumnya).
Seperti Ucapan Penyair yang
menunjukkan ucapan kamu pemuda :
لَمْ يَطُلْ لَيْلِيْ وَلَكِنْ لَمْ أَنَمْ وَنَفَى عَنِّيْ الكَرَى طَيْفٌ أَلَمْ
Malamku
tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku, bayangan
kekasih telah datang.
12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada
mukhotob dengan selain kata yang dinantinya atau menyampaikan kepada orang yang
bertanya dengan selain jawaban yang diinginkan karena mengingatkan bahwa
jawaban itu lebih layak pada pertanyaan yang diharapkan.
- Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang diharapkan oleh pengucapnya.
Seperti
Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan :لأحْمِلَنَّكَ
عَلَى الأَدْهَمِ
Sungguh
aku akan membawamu pada terali besi
lalu
Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda hitam)
:
مِثلُ الأمِيْرِ
يَحْمِلُ عَلَى الأدْهَمِ وَالأشْهَبِ
itu
Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
Lalu
Hajjaj menjawab : أَرَدْتُ الحَدِيْدَ
Saya
menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan
mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):
لأنْ يَكُوْنَ حَدِيْدًا خَيْرٌ مِنْ أنْ
يَكُوْنَ بَلِيْدًا
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang
bodoh.
Hajjaj
menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata
"Hadid" sebagai Tempat yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan
pemahaman keduanya sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"
Tujuan
hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji membawanya
dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk membawanya ke terali
besi.
- Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan kondisi masalah.
Seperti Firman Allah :
يسْألُوْنَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ
مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالحَجِّ.
Mereka
bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah Waktu bagi manusia dan haji
.
Sebagian
Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin Ghonam) kepada Nabi :
"Bagaimana keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga
menjadi purnama, lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?".
Maka
jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan ukuran
hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang yang
bertanya.
Maka
pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu
diposisikan seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.
Muhassinat Al-Lafdhiyyah.
1.
Jinas;
yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna)
dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
Jinas
Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis, hitungan
dan urutannya.
Contoh :
لَمْ نَلْقَ غَيْرَكَ إنْسَانًا يُلاذُ بِهِ فَلا بَرِحْتَ لِعَيْنِ الدَّهْرِ
إِنْسَانًا.
Kami
belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau, maka
engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.
Contoh lain :
فَدَارِهِمْ مَا دُمْتَ فِيْ دَارِهِمْ وَأرْضِهِمْ مَا دُمْتَ فِيْ أرضِهِمْ.
Maka
kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah mereka
selama engkau tetap berada di tanahnya.
Jinas
Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda
pada salah satu dari keadaan, jenis, hitungan dan urutan.
Contoh :
يَمُدُّوْنَ مِنْ أيْدٍ عَوَاصِ عَوَاصِمٍ تَصُولُ بأسْيَافٍ قَوَاضٍ قَوَاصِبِ.
Mereka
sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul dengan
tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan pedang yang
mematikan, yang memotong.
2.
Saja';
yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar yang terpisah.
Contoh :
الإنْسَانُ بآدابِهِ لاَ بِزِيِّهِ
وَثِيَابِهِ.
Manusia mulya itu dengan
perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.
Contoh :
يَطْبَعُ الأسْجَاعَ بِجَوَاهِرِ لَفْظِهِ
وَيَقْرَعُ الأسْمَاعَ بِزَوَاجِرِ وَعْظِهِ.
Orang
menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi pendengaran
dengan Larangan-larangan nasehatnya.
3.
Iqtibas;
yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits bukan merupakn
Lafadz salah satunya.
Seperti ucapan Penyair :
ـمِ وَأنْكِرْ بِكُلِّ
مَا يُسْتَطَاعُ
|
لاَ تَكُنْ
ظَالِمًا وَلاَ تَرْضَ بِالظُلْـ
|
مِنْ حَـمِيْمٍ
وَلاَ شَفِيْعٍ يُطَاعُ
|
يَوْمَ يَأْتِيْ
الحِسَابُ مَا لِظَــلُومٍ
|
Janganlah
kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan ingkarilah
sesuai dengan kemampuan.
Pada
hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat,
dan orang yang menolongnya yang diikuti.
Syair tersebut diambil dari Ayat
Al-qur’an Surat Al-Mu’min : 18 :
مَا لِلظَالِمِيْنَ مِنْ حَمِيْمٍ وَلاَ
شَفِيْعٍ يُطَاعُ
Seperti ucapan Penyair :
لاَ تُعَادِ النَّاسَ فِيْ أوْطَانِهِمْ قَلَّمَا يُرْعَى غَرِيْبُ الوَطَنِ
وَإذَا مَا شِئْتَ عَيْشًا بَيْنَهُمْ خَالِقِ النَّاسَ بِخُلْقٍ حَسَنٍ.
Janganlah
kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu dilindungi.
Jika
engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia
dengan Akhlaq yang baik.
Syair
tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :
إتق الله حيثما
كنتَ وأتبعِ السَّيئة الحسنةَ تمحُها وخَالِقِ النَّاسَ بِخُلقٍ حَسَنٍ.
Dan tidak berpengaruh dengan adanya
perubahan yang sedikit pada lafadaz yang diambil karena wazan Syi'ir atatau
yang lain.
Seperti ucapan Penyair :
قَدْ كَانَ مَا خِفْتُ أنْ يَكُونَا إنَّا إلى اللهِ رَاجِعُونَا
Sungguh
telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu kembali
kepada Allah.
Syair
tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :
وَبَشِّرِ
الصَّابِرِيْنَ الذِيْنَ إِذَا أصَابِتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إنَّا للهِ
وَإنَّا إلَيْهِ رَاجِعُوْنَ.
PENUTUP
4.
Indahnya
permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim
menjadikan awal pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau
susunannya, dan benar maknanya.
Apabila
permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan sebagai
Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika
memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
المَجْدُ عُوْفِيَ إذْ عُوفِيْتَ وَالكَرَمُ وَزَالَ عَنْكَ إِلَى أَعْدَائِكَ السَّقَمُ
Keluhuran
dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan penyakit
telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’
as-salma ketika memberi ucapan atas pembangunan gedung :
قَصْرٌ عَلَيْهِ تَحِيَّةٌ وَسَلاَمُ خَلَعَتْ عَلَيْهِ جَمَالَهَا الأَيَّامُ
Sebuah
gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan keindahannya
padanya.
5.
Indahnya
penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim
menjadikan akhir pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat
atau susunannya, dan benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung
isyarat pada selesainya pembicaraan , maka dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu
toyyib :
بَقِيْتَ بَقَاءَ الدَّهْرِ يَا كَهْفَ
أَهْلِهِ وَهَذَا دُعَاءٌ لِلْبَرِيَّةِ
شَامِلُ
Engkau
tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah do’a
yang menyeluruh untuk manusia.
DAFTAR ISI
Fashohatul Kalimah : 2
Fashohatul Kalam
: 5
Fashohatul
Mutakallim : 8
Balaghotul Kalam : 8
Balaghotul
Mutakallim : 9
ILMU MA'ANI : 9
KHOBAR
DAN INSYA' : 10
Kalam Khobar : 11
Macam-macam Khobar. : 12
Kalam Insya' :
13
Amar (Perintah) : 14
Nahi (Larangan) : 15
Istifham (Bertanya) : 16
Tamanni
(Berharap) : 23
Nida’ (kata Seru) : 24
DZIKR
DAN HADZFU : 25
Faktor
Penyebab Penyebutan Lafadz : 25
Faktor
Penyebab Pembuangan Lafadz : 26
TAQDIM
DAN TA'KHIR : 28
QOSHOR
: 30
WASHOL
DAN FASHOL : 34
Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf Athof
Wawu. : 34
Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol) : 35
IJAZ,
ITHNAB, DAN MUSAWAH : 38
Faktor
penyebab adanya Ijaz: 40
Faktor
penyebab Ithnab : 41
KLASIFIKASI IJAZ: 41
KLASIFIKASI ITHNAB : 42
Ilmu
Bayan , TASYBIH : 44
RUKUN
TASYBIH : 45
PEMBAGIAN
TASYBIH : 46
TUJUAN
TASYBIH : 48
Majaz
: 50
|
Majaz Isti'aroh : 51
Pembagian Majaz Isti'aroh : 53
Isti'aroh
Musorrohah : 53
Isti'aroh
Makniyyah : 54
Isti'aroh
Ashliyyah : 55
Isti'aroh
Taba'iyyah : 56
Isti'aroh
Murosyahah : 58
Isti'aroh
Mujarodah : 58
Isti'aroh
Muthlaqoh : 59
Majas
Mursal : 59
Majaz Murokkab : 62
Majaz Aqli : 63
Kinayah : 65
Ilmu Badi :' 68
Muhassinat Al-Ma'nawiyyah : 69
Tauriyyah;
: 69
At-Thibaq;
70
Muqobalah; 71
Menjaga
Perbandingan
71
Istikhdam,
71
Al-Jam'u;
72
Tafriq; 73
Taqsim;
(mengklasifikasikan) 73
Mungukuhkan
pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.74
Bagusnya
alasan; 75
Kesesuaian
ladadz serta ma'na 75
Uslubul
Hakim; 75
Muhassinat Al-Lafdhiyyah. 77
Jinas;
77
Saja';
dan Iqtibas; 78
PENUTUP 79
Indahnya
permulaan kalam; 79
Indahnya
penutup kalam; 80
|
Langganan:
Postingan (Atom)